SYAKHRUDDIN.COM – Mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL) mengungkap fakta baru dalam persidangan terkait aliran dana kepada mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri. Uang yang diberikan SYL kepada Firli mencapai Rp1,3 miliar.
Pernyataan tersebut disampaikan SYL dalam sidang lanjutan perkara gratifikasi dan pemerasan terhadap pejabat Kementerian Pertanian (Kementan) yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Senin, 24 Juni 2024. Dalam persidangan tersebut, SYL mengaku menyerahkan uang kepada Firli sebanyak dua kali dengan nominal berbeda, yakni Rp500 juta dan Rp800 juta.
Namun, pengakuan SYL dalam persidangan itu dibantah kubu Firli Bahuri. Kuasa Hukum Firli, Ian Iskandar, menyatakan bahwa SYL telah melakukan kebohongan dalam persidangan. Tuduhan soal penerimaan uang juga telah diklarifikasi saat pemeriksaan di Bareskrim Polri. “Ini kan cerita lama, serangkaian kebohongan yang diceritakan diulang-ulang lagi. Yang penting fokus aja deh pada pembelaan diri terkait dengan perbuatan beliau sewaktu di Kementan. Jangan cari alibi dan kambing hitam. Masyarakat ini tahu siapa Pak SYL, komplotannya, rampok uang Kementan sedemikian rupa,” kata Ian kepada wartawan, Selasa, 25 Juni 2024.
Meski dibantah kubu Firli Bahuri, KPK menegaskan tetap akan menindaklanjuti keterangan SYL di dalam persidangan. “Kalau dari sisi KPK, semua fakta persidangan yang dapat menguatkan unsur perkara pidana yang sedang diusut, dapat didalami oleh penyidik,” kata Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 26 Juli 2024. Tessa juga tak menutup kemungkinan KPK akan mengusut dugaan suap SYL terhadap Firli Bahuri terkait penanganan perkara korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).
Namun begitu, dia tak mau berkomentar banyak terkait kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Firli Bahuri terhadap SYL yang tengah ditangani penyidik Polda Metro Jaya. Dalam kasus ini, Firli telah ditetapkan sebagai tersangka, namun tidak ditahan. “Terkait dugaan gratifikasi mantan Ketua KPK Firli Bahuri, mari kita sama-sama tunggu proses penyidikan yang sedang dilakukan pihak penyidik Polda Metro Jaya,” ujar Tessa.
IM57+ Institute turut menyoroti pengakuan SYL soal memberikan uang ke Firli Bahuri hingga senilai total Rp1,3 miliar. Ketua IM57+ Institute, M. Praswad Nugraha, berharap fakta persidangan tersebut bisa menjadi bukti tambahan sekaligus alasan bagi kepolisian untuk segera menahan Firli Bahuri. “Pernyataan yang dinyatakan tersebut dibuka dalam suatu proses persidangan, sehingga hal tersebut seharusnya menjadi tambahan bukti bagi Kepolisian untuk segera melakukan tindakan paksa dengan menahan Firli Bahuri,” kata Praswad saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 26 Juni 2024.
Praswad mempertanyakan keseriusan Polda Metro Jaya dalam mengusut kasus dugaan pemerasan yang dilakukan mantan Ketua KPK ini. Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 22 November 2023 lalu, Firli Bahuri masih belum ditahan. “Dan bahkan perkembangan penyidikan atas kasus ini belum jelas ujungnya. Publik akan terus mempertanyakan kasus ini karena bahkan pemberian tersebut (uang dari SYL ke Firli) telah dielaborasi dalam proses persidangan,” ujarnya.
Lebih lanjut, Praswad berharap momentum ini jadi pengingat bagi Panitia Seleksi (Pansel) Pimpinan KPK untuk memilih komisioner yang berintegritas tinggi. Dia tidak ingin KPK kembali dipimpin oleh figur kontroversial seperti Firli Bahuri. “Sekali lagi, apabila momentum pemilihan KPK lagi-lagi hanya mengakomodir berbagai titipan, maka Presiden di akhir jabatannya akan tercatat dalam sejarah sebagai Presiden yang memberikan kontribusi terburuk pada pemberantasan korupsi di Indonesia,” ucap mantan penyidik senior KPK ini menandaskan.
Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, menyampaikan hal senada. Menurutnya, pengakuan Syahrul Yasin Limpo dalam persidangan tersebut harus ditindaklanjuti penyidik Polda Metro Jaya untuk menambah bukti keterlibatan Firli Bahuri. “Sekalipun memang kami pesimis melihat kerja dari Polda Metro Jaya ini yang amat sangat buruk dalam menangani perkara ini. (Karena) Firli tidak kunjung ditahan, perkaranya tidak kunjung naik dalam proses terpidana,” kata Kurnia saat dihubungi Liputan6.com, Rabu, 26 Juni 2024.
Dalam pengakuan SYL di persidangan, disebutkan bahwa Firli yang berperan aktif menghubungi mantan Menteri Pertanian tersebut. Jika keterangan SYL tersebut terbukti, maka Firli Bahuri bisa dikategorikan sebagai penerima suap aktif. “Bisa memenuhi Pasal 12 UU Tindak Pidana Korupsi terkait dengan penerima suap aktif khusus untuk Firli, dan ancaman hukuman itu jauh lebih berat yaitu minimal 4 tahun, maksimal 20 tahun, bahkan bisa seumur hidup,” ujarnya.
Lebih lanjut, ICW tidak melihat ada unsur kepentingan politik dalam penanganan kasus Firli Bahuri, kendati tak kunjung selesai. “Karena kami melihat ini Firli emang terlibat,” katanya. Menurut Kurnia, lambatnya penyelesaian kasus Firli terjadi karena buruknya kinerja penyidik Polda Metro Jaya. Karena itu, dia mendorong Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mengganti Kapolda Metro Jaya Irjen Karyoto karena tidak bisa menangani kasus Firli yang menjadi atensi publik. “Karena kasus ini sudah terlalu berlarut-larut. Kami mendorong Kapolri bisa memberhentikan atau mencopot Kapolda Metro Jaya. Karena terlalu lama, maka harus ada pergantian Kapolda, karena Karyoto tidak profesional dalam menangani perkara ini,” ucapnya.
ICW yakin tidak ada hambatan berarti dalam menuntaskan kasus dugaan pemerasan yang dilakukan Firli Bahuri. Yang diperlukan saat ini hanya keseriusan Polri untuk menuntaskan kasus tersebut. “Kalau masih seperti ini pola penanganannya, hanya bersifat seremonial pengumuman tersangka Firli tapi tidak jelas prosesnya seperti apa, jikalau masih seperti ini tidak ada tindak tegas dari Kapolri, kami pesimistis kasus ini akan berlanjut. Bisa jadi kasus ini justru dihentikan proses penyidikan,” kata Kurnia.