SYAKHRUDDIN.COM – Polda Metro Jaya telah menetapkan Ketua KPK, Firli Bahuri, sebagai tersangka dalam kasus dugaan pemerasan terhadap mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo. Penetapan status tersangka ini didasarkan pada hasil gelar perkara di Polda Metro Jaya pada Rabu, 22 November 2023, pukul 19.00 WIB.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Komisaris Besar Polisi Ade Safri Simanjuntak, menyampaikan bahwa bukti yang cukup telah ditemukan untuk menetapkan Firli Bahuri sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi.
Kasus ini dimulai dengan laporan dugaan pemerasan pada Agustus 2023, dan kemudian naik tahap penyidikan pada 8 Oktober 2023. Hampir 100 orang telah diperiksa, termasuk Syahrul Yasin Limpo, Firli Bahuri, pejabat KPK, Kevin Egananta Joshua, dan Kapolrestabes Semarang Komisaris Besar Polisi Irwan Anwar.
Firli dijerat dengan Pasal 12e, Pasal 12B, dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
Polda Metro Jaya sudah dua kali memeriksa Firli di Badan Reserse Kriminal Polri sebelumnya. Meskipun Firli membantah melakukan pemerasan, dua rumahnya telah digeledah, yaitu di Jakarta Selatan dan Kota Bekasi.
Barang bukti yang disita meliputi dokumen dan barang elektronik, serta pecahan penukaran valas dengan jumlah terkonversi sekitar Rp 7.468.711.500 dari Februari 2021 hingga September 2023.
Ketua KPK Firli Bahuri dihadapkan pada pasal berlapis, yaitu Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf B, dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya mencakup lima tahun kurungan penjara hingga penjara seumur hidup.
Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Ade Safri Simanjuntak, menjelaskan sanksi pidana dan denda yang mungkin diterapkan sesuai dengan pasal-pasal yang disebutkan.
Pasal 12 huruf e mencakup tindakan korupsi yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaan. Pasal 12 huruf B berkaitan dengan pemberian suap kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara.
Ancaman pidana untuk Pasal 11 adalah penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun, serta/atau denda minimal Rp 50 juta dan maksimal Rp 250 juta.
Bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji, sanksi pidana dapat mencakup penjara seumur hidup atau penjara paling singkat empat tahun dan paling lama 20 tahun, dengan denda minimal Rp 200 juta dan maksimal Rp 1 miliar.
Penyidik Ditreskrimsus Polda Metro Jaya telah menjadwalkan pemeriksaan Firli Bahuri sebagai tersangka sebagai tindak lanjut setelah gelar perkara penetapan tersangka pada 22 November 2023 (sdn)