
SYAKHRUDDIN.COM – Para ilmuwan telah memberikan peringatan bahwa saat ini kita telah memasuki periode yang belum pernah terjadi dan tidak terpetakan sebagai akibat dari perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.
Peringatan ini disampaikan melalui sebuah laporan yang ditandatangani oleh 15 ribu peneliti dari 163 negara, sebagaimana dilansir dilaman Republika Jakarta.
Laporan ini, yang diterbitkan dalam jurnal BioScience, merupakan pembaruan terbaru dalam seri World Scientists Warning of a Climate Emergency yang diterbitkan setiap tahun.
Sejak tahun 2019, para ilmuwan telah secara cermat memantau peningkatan ancaman yang disebabkan oleh kenaikan suhu global terhadap manusia dan ekosistem di seluruh dunia.
Dalam kepemimpinan ahli ekologi dari Oregon State University, William Ripple, laporan tersebut mengingatkan kita bahwa tahun 2023 merupakan tahun yang sangat berbahaya.
Tahun ini ditandai oleh kebakaran hutan ekstrem, banjir, gelombang panas, dan bencana alam lainnya yang semakin parah akibat perubahan iklim.
Ripple dan rekan-rekannya mengungkapkan keprihatinan mendalam karena kita saat ini memasuki periode yang belum pernah terjadi sebelumnya dan tidak terpetakan.
Mereka menekankan bahwa isu-isu kritis terkait iklim memerlukan perhatian serius dan berkelanjutan, karena ada potensi skenario perubahan iklim yang tidak terkendali atau bahkan apokaliptik.
Para penulis laporan telah melakukan pemantauan selama bertahun-tahun terhadap 35 tanda vital Bumi, seperti tutupan hutan global, konsentrasi gas rumah kaca, suhu laut, serta pertumbuhan populasi manusia dan ternak.
Laporan terbaru ini memperingatkan bahwa 20 dari tanda-tanda tersebut saat ini mencapai tingkat ekstrem, meningkat dari 16 pada tahun 2022.
Tim Ripple mencatat bahwa efek alam, seperti pola cuaca El Nino dan letusan gunung bawah laut pada tahun 2022, juga berkontribusi pada kejadian iklim ekstrem yang memecahkan rekor tahun ini.
Namun, para peneliti menekankan bahwa perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia memperburuk banyak proses alami ini dan akan menghasilkan anomali yang lebih sering dan lebih dahsyat dalam beberapa dekade mendatang.
Laporan ini juga memberikan gambaran visual yang akurat tentang masyarakat yang telah mengalami bencana terkait iklim selama beberapa tahun terakhir.
Kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim cenderung tinggal di negara-negara yang kurang makmur dan memberikan kontribusi kecil terhadap emisi gas rumah kaca global, sehingga menyoroti perlunya gerakan keadilan lingkungan.
Para peneliti mengingatkan bahwa sistem alam dan sosio-ekonomi di seluruh dunia memiliki potensi untuk runtuh. Masyarakat akan menghadapi cuaca yang tidak dapat ditahan, cuaca ekstrem yang semakin sering, keterbatasan pasokan makanan dan air bersih, kenaikan permukaan air laut, penyebaran penyakit baru, serta peningkatan konflik sosial dan geopolitik.
Pada akhir abad ini, sekitar 3 miliar hingga 6 miliar orang, atau sekitar sepertiga hingga setengah dari populasi global, mungkin akan terperangkap di daerah yang tidak layak huni.
Mereka akan menghadapi cuaca panas ekstrem, keterbatasan pasokan makanan, dan tingkat kematian yang tinggi akibat dampak perubahan iklim.
Tim peneliti mendesak komunitas global untuk segera beralih dari penggunaan bahan bakar fosil, bahkan di tengah hambatan geopolitik yang besar, seperti invasi Rusia ke Ukraina.
Mereka juga mendorong alokasi lebih banyak sumber daya untuk mengatasi kerawanan pangan terkait iklim dan mempromosikan kesetaraan gender.
Langkah-langkah ini dianggap dapat mengurangi kesenjangan yang melanda masyarakat yang lebih rentan terhadap bencana iklim di seluruh dunia (sdn)