SYAKHRUDDIN.COM – isu yang penting mengenai penggusuran dan relokasi penduduk Melayu Rempang dalam konteks pembangunan Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dikelola oleh PT. Mega Elok Graha.
Penulis, Chazali H. Situmorang, seorang dosen FISIP UNAS dan pemerhati kebijakan publik, mengungkapkan keprihatinannya terhadap nasib penduduk Melayu Rempang.
1. Latar Belakang
Sejak tahun 1834, penduduk Melayu Rempang telah menjadi penjaga tanah Rempang. Mereka hidup dalam sebuah dusun tua dengan adat dan budaya Melayu yang hampir punah.
Namun, pembangunan yang mengutamakan modernitas dan keserakahan manusia terhadap sumber daya alam telah mengancam eksistensi mereka.
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab
Penulis menyoroti bahwa pembangunan di Indonesia seharusnya sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, terutama “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab.” Penduduk Melayu Rempang seharusnya tidak menjadi korban dalam pembangunan negara.
3. Ketidakseimbangan dalam Penyelenggaraan Pemerintahan
Artikel ini juga mencermati ketidakseimbangan dalam penyelenggaraan pemerintahan, di mana para penyelenggara negara harus menunjukkan loyalitas mereka terhadap pihak yang berkuasa. Isu “perubahan” dan “melanjutkan” memicu ketidaknyamanan di kalangan penyelenggara negara.
4. Penggusuran Melayu Rempang
Penggusuran Melayu Rempang yang dimulai setelah pulau Rempang dimasukkan ke dalam Proyek Strategis Nasional.
Penggusuran ini terkait dengan rencana pembangunan Proyek Rempang Eco-City yang melibatkan PT. Mega Elok Graha dan kerjasama dengan perusahaan kaca terbesar dunia, Xinyi, di Chengdu, China.
5. Reaksi Penduduk Melayu Rempang
Penduduk Melayu Rempang menghadapi penggusuran dengan protes dan perlawanan. Mereka khawatir akan kehilangan tempat tinggal dan penghidupan mereka. Perlawanan ini berujung pada konflik dengan aparat keamanan.
6. Solusi yang Ditawarkan Menteri Investasi/BKPM
Menteri Investasi/BKPM, yang disebut sebagai “Heroik” menawarkan beberapa solusi kepada penduduk Melayu Rempang, termasuk penggeseran ke Tanjung Banon, pemeliharaan kuburan leluhur, kompensasi, dan keterlibatan mereka dalam pengembangan wilayah.
7. Kritik terhadap Solusi
Artikel menyatakan ketidakpuasan terhadap solusi yang ditawarkan, meragukan efektivitasnya dalam menyelesaikan masalah.
Penulis mengusulkan bahwa alternatif-alternatif lain, seperti mempercantik rumah-rumah Melayu Rempang dan memadukan industri dengan masyarakat lokal, juga harus dipertimbangkan.
8. Kesimpulan
Artikel ini menyimpulkan bahwa kasus Melayu Rempang adalah contoh dari ketidakpedulian pemerintah terhadap nasib masyarakat yang lemah dalam proses pembangunan.
Pembangunan seharusnya memberikan perlindungan dan penguatan pada masyarakat yang terkena dampak, namun kenyataannya hal ini belum terwujud.
Dalam menggambarkan ketidaksetaraan dalam pembangunan dan kebutuhan akan pendekatan yang lebih manusiawi dan berkeadilan dalam mengatasi masalah seperti penggusuran, sebuah renungan untuk pembaca (sdn)
Sangat elok dan bijak pemikirannya. Smg pemerintah bisa legowo menerima dan menfollow up. Syukran