SYAKHRUDDIN.COM – Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson, diserang tudingan menganggap enteng pandemi virus Corona (COVID-19). Tudingan dilontarkan mantan penasihatnya, Dominic Cummings. Seperti dilansir AFP, Rabu (21/7/21), Cummings menyebut Johnson sempat menolak penerapan lockdown kedua di Inggris karena kebanyakan yang sekarat akibat Corona berusia di atas 80 tahun.
Dalam wawancara dengan BBC yang ditayangkan Selasa (20/7/21) waktu setempat, Cummings menyebut mantan bosnya itu ‘menempatkan kepentingan politiknya di atas kehidupan rakyat’.
Dilansir dilaman detiknews, Cummings mengundurkan diri sebagai kepala penasihat Downing Street — kantor PM Inggris — pada November tahun lalu setelah terjadi perebutan kekuasaan internal. Dalam serangkaian serangan terhadap pemerintah Inggris, Cummings membagikan pesan-pesan WhatsApp yang disebutnya dikirimkan Johnson.
Dalam salah satu pesan yang ditunjukkan kepada BBC, sang PM Inggris diduga mengirimkan pesan pada Oktober tahun lalu yang menyebut bahwa kebanyakan orang yang meninggal akibat Corona sudah lanjut usia.
“Usia rata-rata adalah 82-81 untuk pria, 85 untuk wanita. Itu ada di atas harapan hidup. Jadi terkena COVID dan hiduplah lebih lama,” demikian bunyi pesan yang ditulis Johnson seperti ditunjukkan Cummings.
Johnson juga disebut menganggap enteng dampak pandemi Corona terhadap Layanan Kesehatan Nasional (NHS), meskipun dia sendiri sempat mendapatkan perawatan intensif saat terinfeksi Corona pada musim semi lalu.
“Saya tidak lagi mempercayai soal NHS kewalahan ini. Teman-teman, saya pikir kita mungkin perlu melakukan kalibrasi ulang,” sebut pesan WhatsApp tanggal 15 Oktober tahun lalu, yang disebut dikirimkan Johnson sekitar dua pekan sebelum mengumumkan lockdown kedua di Inggris.
Cummings juga menyebut bahwa Johnson berulang kali mengecam lockdown pertama di Inggris mulai Maret 2020 sebagai ‘bencana’.
Pemerintah Inggris diketahui mencabut banyak pembatasan Corona pada musim panas tahun 2020 termasuk membuka kembali toko-toko non-esensial, dan mendorong warganya untuk makan di luar demi membantu restoran-restoran setempat.
Namun saat kasus Corona dan angka rawat inap melonjak saat musim panas, lockdown kedua diberlakukan mulai 31 Oktober 2020.
Cummings meringkas sikap Johnson pada saat itu sebagai: “Ini mengerikan tapi orang-orang yang sekarat pada dasarnya berusia di atas 80 tahun dan kita tidak bisa mematikan ekonomi hanya karena orang-orang di atas 80 tahun yang sekarat.”
Ditambahkan Cummings bahwa dirinya sempat membahas kemungkinan melengserkan Johnson setelah kemenangan pemilu Desember 2019, karena pengaruh pasangan Johnson, Carrie, yang dinilai terlalu kuat.
“Bahkan sebelum pertengahan Januari kami menggelar rapat di Number 10 (kantor PM Inggris-red) yang menyatakan jelas bahwa Carrie ingin menyingkirkan kami semua.
Pada saat itu kami sudah mengatakan bahwa pada musim panas antara kita semua pergi dari sini atau kita ada dalam proses berupaya menyingkirkannya (Johnson-red),” ucap Cummings menurut transkrip yang dirilis BBC.
Saat ditanya apakah klaim Cummings benar, juru bicara PM Inggris secara datar menjawab ‘Tidak’. Dia juga bersikeras menyatakan bahwa Johnson telah ‘dibimbing oleh saran ilmiah terbaik’ sepanjang pandemi Corona.
Secara terpisah, Menteri Urusan Bisnis, Paul Scully, menuturkan kepada radio BBC bahwa: “Perdana Menteri memiliki beberapa keputusan yang sangat sulit untuk diambil. Kami ingin melindungi rakyat, kami ingin menjaga orang-orang tetap aman… tapi itu harus diimbangi dengan mata pencaharian rakyat.”
Johnson diketahui banyak dihujani kritikan sepanjang pandemi, dengan angka kematian Corona di Inggris naik menjadi yang terburuk di kawasan Eropa.
Awal pekan ini dia secara kontroversial memutuskan untuk melanjutkan pelonggaran seluruh pembatasan Corona di Inggris, meskipun ada lonjakan kasus (syakhruddin)