SYAKHRUDDIN.COM – Mengenal Sejarah Sulawesi yang dikutip dari WAG Kapesos dan dipublish ulang melalui Blog Syakhruddin, sayang sang penulis tak dicantumkan (anonim).
Sehingga masih membutuhkan penelusuran lebih lanjut, namun untuk memperkaya khazanah pengetahuan kita, berikut Penulis membuat copy paste sebagai bahan bacaan sekaligus mengenang kebesaran masa silam,dalam ulasan “Selayang Pandang Kerajaan Kembar Gowa-Tallo Dalam Lingkaran Sejarah Bangsa”
SEJARAH SULAWESI – Ternyata Kerajaan Ini Jauh Lebih Besar Daripada Kerajaan Majapahit Dan Sriwijaya
Sejak kita duduk dibangku Sekolah dasar dan mulai mengenal pelajaran sejarah, perlahan-lahan kita mulai mengerti bahwa Bangsa Indonesia dulunya terdiri dari berbagai Kerajaan dan diantara Kerajaan yang pernah ada di Nusantara.
Ada dua Kerajaan yang paling beken yaitu, Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Majapahit. Menurut buku sejarah yang selalu kita baca, hanya 2 kerajaan ini yang paling besar di antara kerajaan-kerajaan yang pernah ada di wilayah indonesia.
Hingga pada suatu ketika, tepatnya ketika kita duduk dibangku SMA, kita lagi-lagi menemukan teori ini, Yaitu 2 Kerajaan terbesar yang pernah ada di Nusantara (Sriwijaya dan Majapahit), pada saat itu kita mungkin menayakan kepada Guru sejarah mengenai kebenaran sejarah ini.
Mengapa hanya Sriwijaya dan Majapahit yang ditulis dalam buku-buku sejarah sebagai Kerajaan Besar, bagaimana dengan Kerajaan lain yang ada di Nusantara, Kerajaan Gowa misalnya, mengapa dalam buku sejarah, Kerajaan Gowa-Tallo yang kadang-kadang ditulis sebagai Kerajaan Makassar hanya dimuat ala kadarnya saja.
Mengapa expos tentang kerajaan ini sangat minim, padahal jika kita ingin berbicara Fakta sejarah dengan mengedepankan nilai-nilai ilmiah, maka bisa dipastikan Kerajaan Gowa-Tallo adalah salah satu Kerajaan terbesar yang pernah ada di Nusantara.
Berikut Penulis paparkan sedikit hal dari Kerajaan Gowa :
1. Mahkota Raja Gowa yang bernama Salokoa – salokoa, atau mahkota Raja, memiliki berat 1768 gram, terbuat dari emas murni, dan ditaburi 250 berlian, Mahkota ini berasal dari Raja Gowa Pertama, Tumanurung Baineyya ri Tamalate pada Abad ke 13 Masehi.
2. Ponto Janga-Jangayya ponto janga jangaya (Terbuat dari emas murni yang berat seluruhnya 985,5 gram, bentuknya seperti Naga yang melingkar sebanyak 4 buah. Dinamai “Mallimpuang” yang berkepala naga satu dan “Tunipalloang” yang berkepala naga dua, benda ini merupakan benda “Gaukang” {kebesaran Raja} di Gowa dan dipakai pada pergelangan tangan, Benda ini berasal dari Tumanurunga).
3. Tobo Kaluku tobo kaluku atau rante manila dengan berat 270 gram.
4. Kolara kolara (kalung kebesaran yang terbuat dari emas murni seberat 2.182 gram).
5. Mata Uang Kerajaan Gowa-Tallo Disaat bangsa lain masih menggunakan sistem barter sebagai alat tukarnya, kerajaan Gowa-Tallo telah memiliki alat tukar yang sah di dalam wilayah kekuasaannya yang diberi nama Jingara’ dan Kupa.
Jingara’ adalah mata Uang Kerajaan Gowa-Tallo yang terbuat dari emas Murni dengan ukuran diamater 19.49mm; tebal 1.50 mm dan berat 2.47 gram. berbeda dengan Jingara, Mata Uang kerajaan Gowa-Tallo lainnya yang bernama Kupa hanya terbuat dari campuran Timah dan Tembaga. hal ini adalah salah satu bukti tingginya peradaban Kerajaan Gowa-Tallo.
Pada sisi Uang Jingara’ tertera tulisan berhuruf Arab, terbaca KHALIFA ALLAH SULTAN AMIR dan pada sisi yang lain tertera tulisan yang belafaskan SULTAN HASANUDDIN, Raja Gowa ke 16 yang sangat terkenal dengan kegigihannya melawan rongrongan VOC Belanda bersama sekutunya selama kurang lebih 10 Tahun (1660-1669).
6. Meriam anak Makassar Dalam buku yang ditulis Dr. K.G. Crucq dan J.W. Vogel, menjelaskan bahwa meriam “Anak Makassar” adalah meriam yang terbesar yang pernah ada dan dimiliki oleh bangsa Indonesia dalam bidang pertahanan.
Panjang diameter lobang mulutnya 41,5 cm, sehingga orang dengan mudah dapat masuk ke dalamnya. Menurut Dr. K.G. Crucq yang banyak melakukan penelitian tentang meriam-meriam yang ada di Indonesia, bahwa meriam “Anak Makassar” Milik Kerajaan Gowa-Tallo yang ada di Benteng Somba Opu itu lebih besar dari pada meriam “Pancawura” atau “Kyai Sapujagad” yang ada di Keraton Surakarta.
Jika dibandingkan dengan meriam-meriam kramat lainnya, seperti misalnya meriam “Ki Amuk” yang ada di banten, meriam “Anak Makassar” lebih besar ukuran atau kalibernya.
J.W. Vogel dalam tulisannya yang berjudul “Oost-Indianische Reisbesch-reibung” menggambarkan bahwa mulut meriam “Anak Makassar “ milik Kerajaan Gowa itu sedemikan besarnya “dass der grosste mensch gar fuglich hinein kriechten und sich verbergenkan” (sehingga orang yang paling besar sekalipun dengan mudah dapat merayap ke dalamnya dan bersembunyi di situ).
Berat meriam “Anak Makassar” ini seluruhnya memiliki bobot 9.500 kg. atau 9,5 ton. Panjang meriam keramat ini enam meter. Dengan kaliber 41,5 cm.
7. Tiga belas Benteng Peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo -Benteng Somba Opu, Benteng Ujung Pandang di bangun pada Tahun 1545 (setelah perjanjian Bungayya diambil alih oleh Belanda dan namanya diganti menjadi Benteng Fort Roterdam),
Benteng Tallo, Benteng Ujung Tanah, Benteng Panakukang, Benteng Kale Gowa, Benteng ana’ Gowa, Benteng Galesong, Benteng sanrabone, Benteng Barombong, Banteng Mariso, Benteng Garassi, Benteng Baroboso’ Menurut Saya tidak ada kerajaan di Nusantara yang memiliki Benteng sebanyak Kerajaan Gowa-Tallo.
8. Masa Keemasan Kebesaran imperium Gowa-Tallo sebagai penguasa lautan mulai dirintis sejak abad ke 15 pada masa pemerintahan KaraEng Same’ ri Liukang (Karaeng Samarluka), beliau adalah Raja Tallo ke2 yang menyerang Malaka dan berhasil menduduki kerajaan Samudera Pasai bersama 200 Kapal Perangnya.
Banyak bukti yang menunjukkan kepiawaian Suku Makassar mengarungi dan menaklukkan laut hanya dengan perahu layar. Salah satu bukti tertulis adalah catatan Tome Pires yang dianggap sebagai sumber Barat tertulis yang paling tua.
Dalam laporannya Pires mengemukakan: “Orang-orang Makassar telah berdagang sampai ke Malaka, Jawa, Borneo, negeri Siam dan juga semua tempat yang terdapat antara Pahang dan Siam”.
Pieter Van Dam (seorang penulis VOC pada abad ke-XVII) menguraikan dalam bukunya, “Beschrijving van de Oost-Indische Compagnie 2de Boek 5de Capittel” (Uraian Kompeni Hindia Timur Buku ke2 Bab ke5),
bahwa : “Kerajaan Makassar, terletak di pulau besar Celebes, sebelum ini sangatlah termahsyur. Pertama karena perniagaannya, selain dari pada itu karena keunggulannya berperang yang sangat hebat”.
Pada bagian lain bukunya tersebut, ia mengatakan : ” orang-orang arif yang mengenal keadaan Makassar, menganggap adalah suatu yang mustahil, pun orang-orang Muslim dan kafir dimana saja di kawasan Timur tidak dapat percaya, bahwa orang-orang Belanda Akan dapat mengalahkan Makassar, bahkan dunia akan kiamat sebelum Makassar terkalahkan.
Oleh karena orang Makassar terkenal sebagai yang paling berani, paling unggul berperang di seluruh Hindia, suatu bangsa tak ada taranya dan sanggup mengerahkan lasykar ratusan ribu jumlahnya, yang bersenjatakan meriam dan bedil berpeluru berbisa serta dapat menembak sekeping uang kelip dengan tepat pada jarak 30 langkah.” (terjemahan Sejarawan La Side’ Daeng Tapala, Gowa , Kekuatan Maritim Kawasan Timur Nusantara Abad ke-16 dan 17, Bingkisan Budaya Sulawesi Selatan, YKSST-1977).
Maka tak heran jika wilayah kekuasaan Kerajaan Gowa pada pertengahan abad XVII dapat meliputi sebagian besar kepulauan Nusantara bagian Timur, seluruh Sulawesi, Sula, Dobo, Buru-Kepulauan Aru Maluku di sebelah timur, termasuk Sangir, Talaud, Pegu, Mindanao di bagian utara. Bahkan sampai Marege-Australia Utara, Timor, Sumba, Flores, Sumbawa, Lombok-Nusa Tenggara di sebelah selatan, serta Kutai dan Berau di Kalimantan Timur sebelah Barat.
Dalam kurun waktu tahun 1641, Kerajaan Gowa-Tallo adalah merupakan suatu Imperium Terbesar dikawasan Nusantara yang daerah kekuasaannya meliputi kawasan darat dan laut yang luasnya lebih dari separuh kawasan Indonesia pada masa ini. Tidak kurang dari 70 Kerajaan besar dan kecil yang mengaku berlindung dibawah naungan “Laklang SipuwEa” (Payung Kebesaran Kerajaan Gowa).
Sejarah mencatat, Kerajaan Makassar (Gowa-Tallo) beberapa kali mengirimkan armada lautnya untuk menaklukkan sejumlah wilayah di Nusantara. untuk memperkuat pengaruhnya di Nusantara, Sultan Alauddin Raja Gowa ke 14 mengirim pasukan ke beberapa daerah yang dianggap strategis bagi pengawasan pelayaran niaga ke Maluku, salah satunya adalah ke Pulau Sumbawa dibawah pimpinan Karaeng Maroanging.
Karaeng Maroanging mungkin tidak sepopuler Karaeng Galesong dan Karaeng Bontomarannu sang Panglima Angkatan Perang Kerajaan Gowa yang meninggalkan Makassar menuju Pulau Jawa. Namun tidak demikian jika kita berbicara akan pencapaiannya selama menjabat sebagai Panglima Angkatan Perang. Berkat keberaniannya, akhirnya pulau Sumbawa dapat diduduki pada tahun 1618.
Satu tahun kemudian tepatnya 1619 Sultan Alauddin meresmikan penaklukan tersebut, wilayah kekuasaan Kerajaan Makassar meluas sampai ke Bima, Tambora, Dompu dan Sanggar di pulau Sumbawa. Bima adalah daerah pertama yang menjadi daerah taklukan Kerajaan Gowa (1616) yang pada masa itu Ekspedisi penaklukannya dipimpin oleh Lo’mo Mandalle sebagai Panglima Angkatan Perang Kerajaan Gowa. (Catatan Kerajaan Gowa-Tallo) Dalam tahun 1632 orang Bima mengadakan perlawanan/pemberontakan terhadap Kerajaan Gowa. Maka pada tanggal 25 November 1632 setelah kedatangannya dari Tanah Toraja, Sultan Alauddin mengirim sebuah armada militer ke Bima dibawah pimpinan Karaeng ri Bura’ne untuk memadamkan huru-hara tersebut.
Setelah berhasil menyelesaikan tugasnya, armada perang itu kembali ke Makassar pada tanggal 7 April 1633.(Catatan Kerajaan Gowa-Tallo) Tanggal 29 Januari 1642, Kerajaan Makassar kembali mengerahkan armada perang Kerajaan Gowa ke Ambon (Hitu) untuk membantu rakyat setempat melawan VOC. Tahun 1634 – 1643, Rakyat Hitu (Ambon) di Maluku Tengah di bawah pimpinan Kakiali mengadakan perlawanan terhadap VOC. Peristiwa yang dikenal dengan Perang Hitu Pertama ini terjadi akibat politik monopoli perdagangan dan “Hongi Tochten” VOC yang sangat menyengsarakan rakyat di kerajaan Hitu (Tanah Hitu).
I Baliung dan I Daeng Batu, keduanya adalah panglima perang kerajaan yang memimpin armada perang Kerajaan Gowa ke Ambon. (Catatan Kerajaan Gowa-Tallo) Tahun 1650, para bangsawan Ternate mengobarkan perlawanan di Ternate dan Ambon, pemberontakan ini dipicu sikap Sultan Mandarsyah yang terlampau akrab dan dianggap cenderung menuruti kemauan Belanda. Para bangsawan berkomplot untuk menurunkan Mandarsyah. Tiga di antara pemberontak yang utama adalah trio pangeran: Saidi, Majira dan Kalumata.
Majira sebagai salah satu pemimpin tertinggi pemberontakan menghadap Raja Gowa untuk minta bala bantuan pasukan melawan Sultan Ternate dan sekutunya (Belanda). Raja Gowa memberi bantuan sebanyak 30 perahu lengkap persenjataan, dan mengutus Daeng ri Bulekang untuk memimpin pasukan demi membantu rakyat Ambon dari penindasan Belanda tersebut.
Beralih ke daerah lain, Hingga kini Suku Aborigin sebagai suku asli Australia masih menggunakan tidak kurang dari 500 Kosa Kata Bahasa Makassar. Selain itu di dalam Goa Adat mereka yang terletak di arhem sangat banyak Lukisan tentang Eksistensi Makassar di Benua Australia, menurut saya ini salah satu bukti bahwa Pengaruh Kerajaan Gowa-Tallo (Makassar) sangat Kuat di Australia.
9. Armada Laut Kebesaran armada laut Kerajaan Gowa dahulu didukung oleh armada perahu yang besar dan tangguh. Selain jenis perahu Phinisi yang dikenal sekarang ini, Kerajaan Gowa pernah memiliki ribuan perahu jenis “Galle” yang mempunyai desain cantik menawan yang dikagumi pelaut-pelaut Eropa, seperti I Galle I Nyannyik Sangguk yang pernah ditumpangi oleh Baginda Sultan Muhammad Said (Sultan Malikussaid) dalam pelayarannya ke Walinrang dan Negeri Bolong di Tanah Toraja.
Catatan Antonio de Payva seorang pelaut Portugis yang berpapasan dengan Iring-iringan Sultan MAlikussaid mencatat bahwa tidak Kurang dari 1182 Kapal Perang yang menyertai pelayaran beliau ke daerah Maje’ne’. Perahu Galle Kerajaan Gowa memiliki konstruksi bertingkat dengan panjang mencapai 40 meter dan lebar 6 meter. Tiang layar besar dilengkapi pendayung 200 hingga 400 orang.
Setiap perahu Galle diberi nama tersendiri. berikut beberapa nama Perahu Galle yang masih bisa terlacak dalam serpihan sejarah :
I Galle Dondona Ralle Cappaga panjang 25 depa atau 35 meter. I Galle Nyannyik Sangguk dan I Galle Mangking Naiya, panjang 15 depa atau 27 meter. I Galle kalabiu, I Galle Galelangan, I Galle Barang Mamase, I Galle Siga, dan I Galle Uwanngang Lima perahu yang terakhir memiliki panjang masing-masing 13 depa atau sekitar 23 meter.
Di samping itu terdapat pula jenis-jenis perahu yang dibuat untuk kepentingan tertentu, seperti jenis Perahu Binta untuk penyergapan, Perahu Palari sebagai alat pengontrol wilayah kekuasaan di perairan dan pesisir pantai, Perahu Padewakang untuk kepentingan dagang, Perahu Banawa untuk mengangkut binatang ternak, Perahu Palimbang khusus angkutan penumpang antarpulau, Perahu Pajala bagi nelayan penangkap ikan, Perahu Birowang dan Perahu Bilolang untuk mengangkut penumpang jarak dekat.
10. Aksara lontara Aksara Lontara di ciptakan oleh Syahbandar merangkap Tumailalang/Menteri Dalam Negeri Kerajaan Gowa yang bernama Daeng Pamatte’ di Tahun 1500an.
11. Astronomi Kerajaan Gowa-Tallo juga telah memiliki Nama-nama Bulan Yang di Gunakan Kerajaan Gowa-Tallo sebelum tahun 1520, Yaitu : – Naagai (Januari) – Palagunai (Februari) – Bisaakai (Maret) – Jettai (April) – Sarawanai (mei) – Pe’dawaranai (Juni) – Sujiwi (Juli) – Pacciekai (Agustus) – Pociyai (September) – Mangasierai (Oktober) -Mangase’tiwi (November) -Mangalompai (Desember) selain nama-nama bulan diatas, masyarakat Suku Makassar juga telah memiliki Kemampuan dalam membaca arah bintang gemintang secara konkrit, hal ini disebabkan oleh profesi mereka yang sebagian besar dihabiskan pada aspek Maritim.
Dan yang paling membanggakan bahwa pada abad ke 17 Mangkubumi Kerajaan Gowa yang bernama I Mangadacina Daeng Sitaba Karaeng Pattingaloang telah memiliki Teropong Bintang yang berasal dari pemberian Galileo Galilei, sebuah barang yang sangat langka dan hanya dimiliki oleh beberapa orang saja di masanya.
Demikianlah sedikit Gambaran tentang Kerajaan Kembar Gowa-Tallo (Makassar). dan hal ini hanya sebagai upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan sebagai upaya untuk memperkenalkan bahwa di daerah kami Makassar (Sulawesi) juga telah memiliki sejarah yang besar dan peradaban yang tinggi, tetapi tidak pernah termuat dalam buku sejarah. terkadang saya berfikir apakah Karena Kerajaan Gowa-Tallo bercorak Islam sehingga Penulis-penulis yang bermashab Orientalisme enggan untuk mengungkap Fakta Sejarah ini.