SYAKHRUDDIN.COM – Kementerian ESDM akan menanggapi pernyataan Ketua Komisi VI DPR RI Faisol Riza mengenai kemungkinan pemadaman listrik secara bergilir hingga Maret 2021 nanti.
Tanggapan itu akan disampaikan oleh Direktur Jenderal (Dirjen) Ketenagalistrikan Rida Mulyana. “Insyaallah besok Pak Dirjen bicara ya (mengenai kemungkinan pemadaman listrik bergilir),” ujar Kepala Biro Komunikasi Layanan Informasi Publik dan Kerja Sama Kementerian ESDM Agung Pribadi kepada CNNIndonesia.com, Selasa (26/1/21).
Agung enggan menjawab ketika ditanya mengenai kondisi pasokan batu bara untuk pembangkit PLN. Ia juga tidak menjawab saat ditanya antisipasi Kementerian ESDM mengenai kondisi tersebut.
Sebelumnya, Faisol menuturkan pemadaman listrik bergilir disebabkan pasokan batu bara tidak stabil. Informasi tersebut disampaikan Faisol melalui unggahan di akun Instagram resminya, @faisol8418.
Dilansir dilaman CNN, “Situasi listrik nasional kita hari ini sudah prihatin. Kemungkinan akan ada pemadaman secara bergilir karena pasokan batu bara yang tidak stabil,” tulisnya.
Ketika dihubungi lebih lanjut, ia menjelaskan harga batu bara dan ekspor batu bara sekarang sangat tinggi. Imbasnya, banyak pengusaha lebih memilih menjual batu bara mereka ke pasar luar negeri ketimbang kepada PT PLN (Persero).
Di sisi lain, PLN tidak berani menaikkan harga batu bara dalam negeri karena khawatir mendapatkan sorotan dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sementara itu, harga batu bara dalam negeri jauh di bawah harga ekspor.
Faktor-faktor tersebut membuat ketersediaan batu bara dalam negeri tidak stabil. Sedangkan, PLN membutuhkan batu bara untuk menyuplai sejumlah pembangkit listriknya.
“Di lain pihak ada masalah bencana alam seperti banjir di Kalimantan Selatan, sehingga suplai batu bara menjadi terhambat,” jelasnya.
Sementara itu, pembangkit listrik milik PLN memang masih didominasi oleh Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) berbahan bakar batu bara. Karenanya, tak heran jika Faisol menilai kondisi listrik nasional memprihatinkan.
Berdasarkan data dari bahan paparan PLN kepada Komisi VII DPR pada November 2020 lalu, disebutkan porsi PLTU masih mayoritas, yakni 50,4 persen atau kapasitas 31.827 MW.
Disusul oleh pembangkit Energi Baru Terbarukan (EBT) sebesar 12,6 persen atau kapasitas 7.992 MW dan Pembangkit Listrik Tenaga Gas (PLTG) sebesar 10,7 persen atau kapasitas 12.137 MW (syakhruddin)