
SYAKHRUDDIN.COM – Amerika Serikat resmi memiliki pemimpin baru, Joe Biden. Kurang dari 1 x 24 jam pasca-dilantik, Joe Biden langsung menggunakan kewenangannya untuk menyikapi beberapa hal yang diwariskan pendahulunya, Donald Trump.
Biden menunjukan sikap kerasnya terhadap staf Gedung Putih. Joe Biden mengancam staf yang bersikap tak menghormati satu sama lain akan disingkirkan.
“Jika Anda pernah bekerja dengan saya dan saya mendengar Anda memperlakukan kolega lain dengan tidak hormat, berbicara dengan seseorang, saya akan segera memecat Anda,” kata Joe Biden di Ruang Makan Negara selama upacara pengambilan sumpah Presiden Amerika Serikat, dilansir CNN, Kamis (21/1/2021).
Menurut Joe Biden, sikap saling menghormati antarpekerja di Gedung Putih hilang empat tahun belakangan. Setelah itu Joe Biden memecat Kepala Staf Rumah Tangga dan Operasi Gedung Putih, Timothy Harleth.
Dilansir di laman detiknews, Harleth dipekerjakan oleh Melania Trump pada tahun 2017 untuk mengisi peran sebagai kepala pelayan Gedung Putih Amerika Serikat. Harleth datang ke Gedung Putih dari Trump International Hotel DC, di mana dia menjadi manajer kamar.
Berikut gebrakan Biden usai dilantik sebagai Presiden Amerika Serikat:
1.Batalkan Proyek Pipa Minyak, Biden secara resmi mencabut izin pembangunan pipa minyak Keystone XL. Hal tersebut menghancurkan harapan Kanada untuk menyelamatkan proyek senilai US$ 8 miliar atau sekitar Rp 112 triliun (kurs Rp 14.000).
Seperti dikutip dari Reuters, Kamis (21/1/21), langkah tersebut merupakan kemunduran bagi industri minyak Kanada, khususnya untuk pusat energinya Alberta. Hal ini akan berdampak pada ribuan pekerjaan dan berpengaruh pada hubungan dengan Kanada.
Keystone XL sendiri merupakan milik TC Energy Group, di mana mereka sedang membangun di Kanada dan akan membawa 830.000 barel minyak mentah dari Alberta ke Nebraska per hari.
Proyek itu ditentang oleh suku asli Amerika dan pemerhati lingkungan di mana proyek tersebut kemudian ditunda selama 12 tahun terakhir. Biden juga telah berjanji untuk membatalkan proyek tersebut.
“Meskipun kami menyambut baik komitmen Presiden untuk memerangi perubahan iklim, kami kecewa tetapi mengakui keputusan Presiden untuk memenuhi janji kampanye pemilihannya di Keystone XL,” kata Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau.
Perdana Menteri Alberta Jason Kenney, yang awal pekan ini mengancam akan mengambil tindakan hukum jika Keystone XL dibatalkan Joe Biden, mengatakan bahwa ia terganggu dengan langkah tersebut.
“Ini adalah pukulan telak bagi ekonomi Kanada dan Alberta. Sayangnya, itu adalah penghinaan yang ditujukan kepada sekutu dan mitra dagang terpenting Amerika Serikat,” kata Kenney.
TC Energy, dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan sebelum pencabutan, menyatakan kekecewaannya dengan langkah yang dikatakannya akan membatalkan proses regulasi yang telah berlangsung lebih dari satu dekade.
Presiden AS sebelumnya, Donald Trump menghidupkan kembali proyek tersebut, tetapi masih menghadapi tantangan hukum yang sedang berlangsung.
2. Menerbitkan Perintah Eksekutif soal Penanganan Corona, Biden memutuskan beragam perintah untuk menangani pandemi Covid-19, yang telah merenggut nyawa lebih dari 400.000 orang di AS.
Dikutip dari laman The Independent, perintah Biden yang pertama ia tanda tangani beberapa jam setelah menjabat adalah karyawan federal, karyawan kontrak, dan lainnya di gedung federal atau di tanah federal harus memakai masker, menjaga jarak fisik, dan mematuhi tindakan kesehatan masyarakat lain, sebagaimana dicantumkan dalam pedoman Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC).
Perintah ini sangat jauh berbeda dengan apa yang dilakukan presiden sebelumnya, Donald Trump. Kewajiban penggunaan masker ini akan berlaku dalam lingkup gedung pemerintah federal dan perjalanan antar negara bagian.
“Hal ini membutuhkan, seperti yang saya katakan selama ini, di mana saya memiliki otoritas, mengamanatkan masker untuk dikenakan, menjaga jarak sosial di properti federal,” terang Biden kepada wartawan di Oval Office, Rabu (20/1/21).
Biden yang berusia 78 tahun itu juga mengatur ulang cara pendekatan kelembagaan Gedung Putih terhadap pandemi virus COVID-19, mengembalikan posisi ‘Direktorat Keamanan Kesehatan Global dan Pertahanan Hayati’.
Selain itu Biden juga akan meminta AS secara resmi bergabung kembali dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).
Sebelumnya Donald Trump menarik AS dari keanggotaan WHO setelah menuduh kepemimpinan organisasi global itu terlalu ‘lembut’ dengan China soal Corona.
Perintah eksekutif presiden soal COVID-19 mencakup: – Mengembalikan keanggotaan AS di Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Pakar virus, Dr Anthony Fauci, siap berpartisipasi mewakili AS dalam pertemuan dewan eksekutif internasional WHO yang berlangsung pekan ini.
– Memusatkan penanganan Covid-19 secara nasional guna mengoordinasikan distribusi peralatan pelindung, vaksin, dan tes.
– Mewajibkan pemakaian masker dan menjaga jarak di semua gedung federal.
– Menggelar ‘Tantangan memakai masker 100 hari’, yang meminta masyarakat memakai masker selama 100 hari.
Saham TC Energy ditutup turun 1,2% pada C$ 55,92 di Toronto sementara indeks saham acuan Kanada naik tipis 0,3%.
“Tindakan ini membunuh ribuan pekerjaan Kanada dan Amerika (Joe Biden) pada saat kedua ekonomi sangat membutuhkan investasi swasta,” kata Tim McMillan, kepala eksekutif Canadian Association of Petroleum Producers.
3. AS Kembali Gabung ke Kesepakatan Iklim Paris 2015, Biden langsung menandatangani 15 perintah eksekutif di Gedung Putih. Salah satunya perintah untuk bergabung kembali dengan Kesepakatan Iklim Paris. Rangkaian perintah eksekutif itu membalikkan haluan politik pendahulunya, Donald Trump.
“Beberapa tindakan eksekutif yang akan saya tanda tangani hari ini akan membantu mengubah arah krisis COVID, kami akan memerangi perubahan iklim dengan cara yang belum kami lakukan sejauh ini, dan memajukan kesetaraan rasial serta mendukung komunitas lain yang kurang terlayani,” kata Joe Biden dan menegaskan: “Ini semua barulah titik awal.”
Saat ini, 189 negara telah meratifikasi Perjanjian Iklim Paris. AS meninggalkan perjanjian itu atas perintah Donald Trump, yang mengumumkan penarikan diri AS setelah dilantik pada 2017.
Pemerintahan Joe Biden berniat segera meluncurkan program stimulus senilai 2 triliun dolar (Rp 28 kuadriliun), yang akan memprioritaskan pemulihan dari pandemi COVID-19 dan terobosan ekonomi hijau untuk meredam perubahan iklim.
4. Setop Larangan Warga Negara Muslim Masuk AS-Pembangunan Tembok Meksiko AS, Dilansir dari CNN, Kamis (21/1/21) Biden menandatangani serangkaian tindakan eksekutif imigrasi.
Ia membatalkan banyak kebijakan administrasi Trump dan mengakhiri keadaan darurat nasional yang selama ini menguras uang jutaan dolar untuk membuat tembok perbatasan.
Dengan kebijakan ini, Biden seolah mewujudkan misi kampanyenya yakni memperkenalkan undang-undang imigrasi yang komprehensif dan mempertahankan program bantuan kepada imigran yang tinggal di AS.
Namun Biden juga mengatakan bahwa kebijakan ini hanyalah awal dari kebijakan imigrasi lainnya yang bakal ia buat.
“Jalan masih panjang. Ini hanya tindakan eksekutif,” kata Biden.
“Tapi kami akan membutuhkan undang-undang untuk banyak hal yang akan kami lakukan,”ujarnya.
Kebijakan di masa depan ini termasuk memberikan kewarganegaraan bagi imigran tidak berdokumen yang tinggal di AS, memodernisasi sistem imigrasi AS, dan berinvestasi dalam teknologi perbatasan serta memberikan bantuan ke Amerika Tengah.
Sebagaimana diketahui, presiden pendahulunya yakni Donald Trump juga memulai masa kepresidenannya dengan menandatangani perintah eksekutif. Kala itu Trump mengeluarkan perintah itu membatasi masuknya warga dari beberapa negara yang mayoritas penduduknya Muslim ke AS. Negara-negara itu adalah Suriah, Iran, Irak, Libya, Somalia, Sudan, dan Yaman.
Saat kebijakan ini diberlakukan Trump, banyak warga asal negara itu masih berada dalam perjalanan di udara dan menimbulkan kehebohan di bandara karena visa mereka tidak berlaku di bandara.
Meski ditentang berbagai pihak, hingga akhir pemerintahannya, Trump tetap pada pendiriannya untuk melarang warga dari 7 negara itu masuk. Ia juga menyebut larangan yang ia buat bukan larangan muslim.
“Ini bukan soal agama. Ini menyangkut soal teror dan menjaga negara kita tetap aman,” dia menambahkan, sembari menyebut bahwa 40 negara mayoritas muslim lainnya tidak terdampak kebijakannya ini.
Kini, Biden bergerak untuk mencabut larangan tersebut. Ia juga menginstruksikan Departemen Luar Negeri untuk memulai kembali pemrosesan visa untuk negara-negara yang terdampak dan akan melakukan peninjauan praktik ‘pemeriksaan ekstrem’ lainnya dari pemerintahan Trump.
Lebih lanjut, Rancangan Undang-Undang (RUU) imigrasi Joe Biden juga mencakup ketentuan yang akan membatasi otoritas presiden untuk mengeluarkan larangan serupa di masa depan.
5. Isyaratkan Perbaiki Hubungan dengan Taiwan, Utusan khusus Taiwan, Hsiao Bi-Khim, dikabarkan mendapat undangan resmi dariBiden untuk menghadiri upacara pelantikan di Washington D.C, Rabu (20/1/21). Taipei meyakini hal tersebut merupakan isyarat kuat dari pemerintahan baru Amerika Serikat dalam konflik dengan Cina.
Presiden AS terakhir yang mengundang pejabat tinggi Taiwan ke acara pelantikan adalah Jimmy Carter pada tahun 1977. Dua tahun kemudian Washington mengadopsi kebijakan satu Cina, dan sebabnya mencabut pengakuan terhadap Taiwan.
Sebabnya, Hsiao mengaku dirinya “merasa terhormat untuk mewakili bangsa dan pemerintah Taiwan, saat pelantikan Presiden Biden dan Wapres Harris,” kata dia. “Demokrasi adalah bahasa penyatu kita dan kebebasan adalah tujuan kita bersama.”
Kementerian Luar Negeri di Taipei mengklaim Hsiao “diundang secara resmi” oleh Presiden Biden. Sementara Partai Demokratik Progresif yang berkuasa, menyebutnya sebagai “terobosan baru dalam 42 tahun (syakhruddin)