SYAKHRUDDIN.COM – Pemilihan Presiden (Pilpres) Amerika Serikat (AS) antara petahana Donald Trump dan kandidat Demokrat Joe Biden tengah berlangsung sengit. Pemilu yang berlangsung saat ini, menyita perhatian dunia, tak terkecuali pelaku pasar modal.
Analis Pasar Modal Riska Afriani menilai meski berbagai indeks di dunia terpantau menguat jelang Pilpres AS, mayoritas pelaku pasar cenderung melakukan aksi tunggu (wait and see).
Dia menyebut, meski berbagai spekulasi beredar di pasar, pasar dunia terutama pasar negara berkembang (emerging market) mengharapkan kemenangan Biden. Pasalnya, kebijakan Biden akan berdampak positif terhadap pasar negara berkembang.
Dilansir dilaman CNN, Riska mengambil contoh kebijakan Biden yang akan menaikkan pajak baik korporasi maupun individual. Kebijakan ini diprediksinya akan membuat pasar modal AS menjadi kurang menarik, sehingga akan banyak dana asing yang memilih parkir di pasar berkembang yang lebih murah.
“Karena Biden mau menaikkan pajak, kalau seandainya terjadi pasti potensi buat investor melihat ke emerging market lebih kompetitif,” katanya kepada CNNIndonesia.com, Selasa (3/11/20).
Selain itu, rencana Biden mempercepat penggunaan energi terbarukan untuk memenuhi target nol emisi karbon pada 2050 juga akan menguntungkan Indonesia.
Tak kurang, janji investasi sebesar US$2 triliun akan digelontorkan Biden untuk mendukung program hijau tersebut. Ini artinya, Indonesia sebagai negara penghasil bahan baku baterai kendaraan listrik, yaitu nikel, akan menikmati investasi ‘gemuk’ tersebut.
Secara keseluruhan, Riska menilai pasar modal dunia cenderung mendukung Biden. Selain fluktuasi pasar akibat ‘efek cuitan’ Trump akan mampu diredam, perang dagang China-AS pun diramal akan berakhir.
Di sisi lain, AS berpotensi ‘berperang’ dengan Rusia. Seperti diketahui, di berbagai kesempatan Biden menyebut Rusia sebagai ancaman terbesar bagi AS.
“Kalau Trump akan menang lagi, indeks bisa lebih fluktuatif karena Trump sering memberikan pernyataan di Twitter yang menjadi sorotan dan cukup kontroversial,” lanjutnya.
Sedangkan, Direktur Anugerah Mega Investama Hans Kwee menilai pelaku pasar hanya berharap pemilu berlangsung cepat dan damai.
Menurut Hans, pemenang dari pemilu ini bukan sorotan utama pelaku pasar, melainkan stimulus fiskal AS. Dengan selesainya pemilu, siapapun pemenangnya akan menggelontorkan stimulus yang telah ditunggu-tunggu oleh pasar.
Jika Biden menang dan Trump menolak mengakui kekalahannya, Hans menilai indeks dunia berpotensi bergejolak akibat dari ketidakpastian. Diketahui, Trump telah memberi sinyal bahwa ia akan menolak kekalahan karena dinilai pemilihan lewat balot adalah sebuah kecurangan.
“Ini bisa menyebabkan konflik berkepanjangan dan jadi beban ketidakpastian, ini yang menjadi sentimen kalau terjadi di pasar,” ungkapnya.
Sementara itu, Hans menilai jika Trump kalah, kebijakan pro pengusaha dengan menekan pajak akan berakhir. Hal itu berdampak negatif terhadap pasar modal AS. Kemungkinan, katanya, dana asing akan keluar dari Wall Street dan parkir di pasar berkembang.
Sedangkan untuk stimulus, ia menilai Biden akan cenderung lebih ‘loyal’ dibandingkan Trump sehingga perekonomian AS akan mampu pulih lebih cepat.
“Saya pikir indeks akan lebih wait and see karena semua bisa terjadi, harapan bursa pemilu bisa berjalan damai dan stimulus segera terealisasi,” tutupnya (***)