SYAKHRUDDIN.COM – JAKARTA, Pimpinan DPR mengaku bersepakat setidaknya dalam empat hal dengan para buruh terkait Omnibus Law RUU Cipta Kerja.
Hal itu terjadi usai Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad dan dua pimpinan Badan Legislasi DPR, Willy Aditya dan Supratman Andi Agtas, menemui massa demonstran gabungan serikat buruh yang menolak RUU Ciptaker di depan Kompleks MPR/DPR, Jakarta, Selasa (25/8/2020).
Dilansir dilaman CNN, Willy mengungkap poin kesepakatan pertama adalah bahwa materi muatan Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja yang sudah diatur dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tak bisa diganggu gugat.
“Jadi terkait Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Upah, Pesangon, Hubungan Kerja, PHK, penyelesaian perselisihan hubungan industrial, Jaminan Sosial, dan material muatan lain yang terkait dengan putusan MK, harus didasarkan pada putusan Mahkamah Konstitusi,” kata dia,
Lalu kesepakatan kedua adalah soal sanksi pidana ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja akan dikembalikan sesuai ketentuan UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Kesepakatan ketiga berkenaan dengan hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri 4.0. Nantinya, hubungan itu pengaturannya dapat dimasukkan di dalam RUU Cipta Kerja dan terbuka terhadap masukan publik.
“Dan terakhir akan memasukkan pokok-pokok pikiran dari serikat buruh ke dalam DIM (daftar inventarisasi masalah) tiap fraksi,” kata Willy.
Selain itu, pihaknya akan memperjuangkan asipirasi buruh untuk mempersingkat masa sengketa perburuhan yang prosesnya sering kali berlarut-larut.
“Iya itu salah satu pokok pikiran yang akan kita masukkan ke dalam DIM,” ujar Willy.
Diketahui, aksi demo di depan Kompleks MPR/DPR itu digelar oleh Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama elemen serikat buruh lainnya. Mereka memiliki agenda untuk menolak Omnibus Law RUU Cipta Kerja dan pemberhentian hubungan kerja (PHK).
Terdapat sejumlah pasal yang menjadi poin keberatan dari serikat buruh terkait pengaturan upah minimum. Dalam RUU Omnibus Law Ciptaker pemerintah hanya memberlakukan Upah Minimum Provinsi (UMP). Itu berarti, Upah Minimum Kabupaten/Kota (UMK) akan dihapuskan.
Selain itu, buruh dan pekerja juga keberatan pada pasal yang menghapus batasan kerja kontrak dan outsourcing pada sektor tertentu alias sistem tersebut boleh berlaku pada semua lini bisnis. Sebelumnya, pemerintah melarang sistem kerja kontrak dan outsourcing pada sektor yang sifatnya tetap atau memiliki keberlanjutan (sumbercnnjakarta)