SYAKHRUDDIN.COM, JAKARTA – Presiden Joko Widodo menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2020 tentang alih status pegawai KPK menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).
Aturan ini mulai berlaku sejak tanggal diundangkan yakni 27 Juli 2020. PP tersebut merupakan konsekuensi dari Revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 menjadi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK.
Dalam UU hasil revisi tersebut, KPK diatur sebagai lembaga negara dalam rumpun kekuasaan eksekutif dan status pegawai berubah menjadi ASN.
Pada Pasal 24 ayat (2) UU KPK, dinyatakan bahwa pegawai KPK merupakan anggota korps profesi pegawai ASN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Dilansir dilaman CNN, berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN, Pasal 126 ayat (1) menyebut pegawai ASN berhimpun dalam wadah korps profesi Pegawai ASN Republik Indonesia atau Korpri.
Korpri adalah satu-satunya wadah untuk menghimpun seluruh Pegawai yang meliputi PNS, pegawai BUMN/D, Badan Hukum Milik Negara dan/atau Badan Hukum Pendidikan, Lembaga Penyiaran Publik Pusat dan Daerah, Badan Layanan Umum Pusat dan Daerah, dan Badan Otorita/Kawasan Ekonomi Khusus yang kedudukan dan kegiatannya tidak terpisahkan dari kedinasan, menurut Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 24 Tahun 2010 tentang Pengesahan Anggaran Dasar Korpri.
Dengan berlakunya PP 41/2020 tersebut, Wadah Pegawai (WP) KPK berpotensi bubar karena sebagai seorang ASN, mereka akan terhimpun dalam Korpri.
Salah satu penyidik senior KPK, Novel Baswedan mengakui banyak pihak yang mengatakan WP KPK tak ada ketika seluruh pegawai KPk sudah berstatus ASN. Novel menyebut WP KPK tak dikehendaki ada dengan peralihan pegawai menjadi ASN.
“Dengan posisi ASN maka WP tidak dikehendaki ada,” kata Novel.
Mantan ketua WP KPK itu menyatakan pegawai KPK tetap memiliki hak untuk berserikat dan berkumpul sekalipun nanti berstatus sebagai ASN. Namun, ia meyakini hal tersebut tak diakomodir lembaga.
Novel menyebut keberadaan WP KPK, selain untuk memperjuangkan hak-hak pegawai juga berperan menjaga KPK sesuai dengan tujuan awal pembentukannya.
Menurut Novel, keberadaan WP dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 63 Tahun 2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK.
“Maka WP adalah seperti serikat pekerja yang ditambah dengan nilai perjuangan sesuai dengan amanat reformasi,” ujarnya.
Sementara, Ketua WP KPK Yudi Purnomo Harahap mengatakan, peralihan status pegawai KPK menjadi abdi negara tak serta merta menghilangkan WP KPK, Yudi menyebut pihaknya memiliki kebebasan untuk berserikat.
“WP sebagai organisasi tetap ada, kan kebebasan berserikat,” kata Yudi melalui keterangan tertulis, Senin (10/8/2020).
Di sisi lain, kata Yudi, PP 63/2005 tentang Sistem Manajemen Sumber Daya Manusia KPK juga belum dicabut. Dalam Pasal 16 ayat (1) PP tersebut diatur bahwa pegawai dapat membentuk wadah pegawai Komisi guna menjamin hubungan kepegawaian yang serasi dan bertanggung jawab.
“Pegawai dapat membentuk wadah pegawai Komisi,” demikian bunyi bleid tersebut.
Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari mengatakan pegawai KPK adalah elemen yang bebas dari intervensi politik.
Setelah PP 41/2020 berlaku, pegawai KPK kini menjadi bagian yang bisa dikendalikan kepentingan.
Secara hierarki, pegawai KPK yang beralih menjadi ASN akan berada di bawah Presiden Joko Widodo dan Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.
“Pelemahan KPK ditujukan dengan memperlemah status pegawai,” kata Feri (sumbercnnjakarta)