SYAKHRUDDIN.COM, JAKARTA – Menteri Koordinator Politik Hukum dan HAM Mahfud MD menilai kemunculan tiran atau pemimpin otoriter bisa terjadi jika demokrasi di suatu negara berjalan liar.
“Dalam teori ada. Kalau demokrasi terlalu liar, tidak disadarkan dengan kesadaran kolektif untuk menjaganya dengan hukum, konstitusi. Maka tidak bisa dihindari munculnya tiran atas nama keselamatan negara,” ungkapnya melalui konferensi video di acara Konferensi Forum Rektor Indonesia, Sabtu (4/7/2020).
Dilansir di laman CNN, Mulanya Mahfud menjelaskan pada sebuah negara demokrasi, pihak manapun berhak menyampaikan opini terhadap satu kebijakan. Pihak lain punya hak menyuarakan pendapatnya hingga menolak adanya kebijakan tersebut.
Namun ia mengatakan hal ini tidak bisa dibiarkan liar. Artinya jangan sampai penolakan atau menyuarakan pendapat terkait satu kebijakan justru melompati ketentuan hukum atau konstitusi.
“[Misalnya] Kita ingin tegakan hukum, tapi dilindungi [pihak] yang lain, disuap penegak hukumnya, diteror penggugatnya. Kalau mau demokrasi harus bangun kesadaran kolektif,” ungkapnya.
Menurut Mahfud ini penting pada rekrutmen politik atau pemilihan umum. Ia menilai sistem pemilihan politik di Indonesia kerap dilakukan sebagai transaksi. Ia menyinggung zaman orde lama ketika transaksi ilegal atau praktik korupsi jarang ditemukan dalam jumlah masif.
Salah satunya karena penegakan hukum tidak pandang bulu dan jabatan. Mahfud menekankan pada zaman kepemimpinan Presiden Soekarno, ada tiga menteri yang bisa dijebloskan ke penjara tanpa ada intervensi politik.
“Ketika tegaknya hukum itu terjamin, maka korupsi yang muncul lebih mudah diatasi dan jumlah kecil. Kalau sekarang kan super korupsi dan di berbagai lini, ke samping, ke kiri, ke kanan, ke atas, ke bawah,” ujarnya.
Mahfud pun menilai ada dua solusi untuk memperbaiki persoalan ini. Yang pertama dengan membangkitkan kesadaran bersama bahwa demokrasi harus menjunjung penegakan hukum dan konstitusi. Atau yang kedua, akan muncul sosok pemimpin kuat yang berupaya memperbaiki permasalahan dengan gaya otoriter.
“Kalau dalam teori di negara Amerika Latin, bangsa dikorbankan, nanti militer mengatakan orang sipil selfish. Oleh karena itu kami ambil. Itu junta militer,” tambahnya.
Sedangkan di awal paparannya, Mahfud menyatakan masyarakat Indonesia punya sejumlah karakter yang dianggap buruk oleh ahli dan pemerhati budaya. Misalnya seperti pada buku Manusia Indonesia karangan Mochtar Lubis.
“Orang Indonesia itu hipokrit. Berteriak memberantas korupsi, tapi kalau ada kesempatan dia korupsi. Melarang boros, tapi ada kesempatan dia pertama kali boros,” ungkapnya.
Kemudian orang Indonesia juga dinilai enggan bertanggung jawab. Jika ada kesalahan dalam bertugas, ujar Mahfud, maka mereka akan berdalih hanya melakukan tugas.
Selanjutnya orang Indonesia berjiwa feodal, senang memberi dan meminta jabatan. Ia mengatakan sulit mendapatkan jabatan jika tidak mengenal orang-orang yang berwenang.
Namun di sisi lain orang Indonesia juga disebut artistik dan kreatif. Beberapa pihak, katanya, juga mengenal orang Indonesia ramah, berjiwa gotong royong, dan berketuhanan. Bahkan di tahun 1960-an, Mahfud mengklaim sikap bertoleransi antar agama di Indonesia begitu subur. Hal ini katanya yang seharusnya dijadikan kesadaran untuk membangun karakter orang Indonesia (sumbercnnjakarta)