
SYAKHRUDDIN.COM, JAKARTA – Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) akan melaporkan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM ke Ombudsman RI perihal dugaan maladministrasi terkait lolosnya buronan kasus korupsi pengalihan hak tagih (cessie) Bank Bali Djoko S Tjandra.
Koordinator MAKI Boyamin Saiman mengatakan setidaknya ada dua dugaan bagaimana cara Djoko Tjandra menyelusup masuk ke Indonesia.
Djoko Tjandra, kata dia, menggunakan paspor Indonesia dengan nama yang telah diganti atau menggunakan paspor Papua Nugini.
“Terdapat potensi beberapa opsi masuk Indonesia: Paspor Indonesia dengan nama Joko Soegiarto Tjandra atau Tjan Kok Hui, Paspor Papua Nugini dengan nama Joko Soegiarto Tjandra atau Tjan Kok Hui,” ujar Boyamin kepada CNNIndonesia.com lewat aplikasi pesan, Kamis (2/7/2020) petang.
Djoko Tjandra, yang merupakan Direktur PT Era Giat Prima (EGP), diketahui berada di Indonesia pada 8 Juni 2020 saat mendaftarkan Peninjauan Kembali (PK) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas kasus yang membelitnya. Padahal status dia masih menjadi buronan Kejaksaan Agung.
Atas peristiwa tersebut Boyamin mengatakan, “Diduga terdapat permainan nama untuk bisa bebas keluar masuk [Indonesia].”
Ia mengatakan laporan dugaan maladministrasi itu akan dilaporkan pihaknya ke Ombudsman agar bisa ditelusuri bobolnya sistem kependudukan dan paspor pada sistem imigrasi yang diperoleh Djoko Tjandra.
“Rencana aduan disampaikan ke Ombudsman besok Jumat, 3 Juli 2020,” ujar Boyamin.
Boyamin mengatakan dugaan Djoko Soegiarto Tjandra (Djoko Tjandra) telah mengubah nama menjadi Joko Soegiarto Tjandra melalui Pengadilan Negeri di Papua sehingga lolos dari pemeriksaan imigrasi.
“Djoko S Tjandra saat ini telah memiliki kewarganegaraan Indonesia dan mengubah nama Joko Soegiarto Tjandra melalui proses Pengadilan Negeri di Papua (hilang huruf D pada nama awal ejaan lama menjadi ejaan baru),” kata dia.
Atas dasar itu, kata dia, seharusnya Mahkamah Agung (MA) tidak menerima pengajuan PK oleh Djoko Tjandra karena yang bersangkutan menggunakan nama barunya.
“Identitasnya berbeda dengan putusan persidangan dalam perkara Cessie Bank Bali,” ujar Boyamin.
Untuk diketahui, pada 29 Juni lalu saat Rapat Kerja dengan Komisi III DPR RI Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkapkan Djoko Tjandra mengajukan PK di PN Jakarta Selatan 8 Juni 2020. Namun, petugasnya yang diutus gagal menangkap buronan tersebut.
Kuasa hukum Djoko Tjandra, Andi Putra Kusuma mengaku tak tahu bagaimana kliennya bisa masuk Indonesia. Ia pun membenarkan bertemu dengan Djoko saat mendaftarkan permohonan PK di PN Jakarta Selatan.
Saat Rapat Kerja dengan Komisi III DPR, Jaksa Agung mengakui intelijen pihaknya lemah karena tak berhasil menangkap Djoko Tjandra saat berada di DKI Jakarta. Burhanuddin menyebut Djoko Tjandra telah tinggal di Jakarta sejak tiga bulan lalu. Namun Kejagung belum dapat meringkusnya hingga kini.
Terpisah, Menkumham Yasonna H Laoly menyatakan pihaknya memang tak mendeteksi kepulangan Djoko Tjandra ke Indonesia.
“Dari mana data bahwa dia tiga bulan di sini, tidak ada datanya kok. Di sistem kami tidak ada, saya tidak tahu bagaimana caranya,” ujar Yasonna mengutip Antara, Selasa (30/6).
Yasonna juga mengaku tidak tahu keberadaan Djoko Tjandra yang telah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) selama bertahun-tahun itu (sumbercnnindonesia)