
SYAKHRUDDIN.COM,JAKARTA – Pantauan BNPB menunjukkan ada 169 titik banjir di seluruh wilayah Jabodetabek dan Banten. Kapusdatin dan Humas BNPB Agus Wibowo memaparkan titik banjir terbanyak berada di Provinsi Jawa Barat 97 titik, DKI Jakarta 63 titik dan Banten 9 titik.
Di Provinsi Banten mempunyai 9 dengan rincian Kota Tangerang 3 titik dan Tangerang Selatan 6 titik.
DKI Jakarta mempunyai 63 titik dengan rincian Jakarta Barat 7 titik, Jakarta Pusat 2 titik, Jakarta Selatan 39 titik, Jakarta Timur 13 titik, dan Jakarta Utara 2 titik.
Sedang di Jawa Barat mempunyai 97 titik banjir dengan rincian Kota Bekasi 32 titik, Kota Bekasi 53 titik dan Kabupaten Bogor 12 titik.
Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa wilayah
yang paling terdampak banjir adalah Kota Bekasi (53), Jakarta Selatan (39),
Kabupaten Bekasi (32), dan Jakarta Timur (13).
Kedalaman banjir tertinggi sebesar 2,5 m terjadi di Perum Beta Lestari,
Jatirasa, Jatiasih, Kota Bekasi. Sedang genangan dengan kedalaman 1 – 2 m
terdapat 49 titik.
Hujan deras yang menyebabkan banjir di Kabupaten Bekasi sudah berhenti sejak beberapa jam pada Rabu (1/1/2020) petang. Namun, ketinggian air tak kunjung surut.
Kesaksian
warga pada petang tadi justru menyatakan banjir mengalami kenaikan.
“Ini sudah banjir kiriman. Sudah enggak wajar karena hujan sudah dari
semalam, tapi airnya enggak habis-habis,” kata Epit salah satu warga
Perumahan Taman Kebalen, Babelan, Kabupaten Bekasi saat diRabu (1/1) sore saat
hujan sudah berhenti.
Menurut
Epit, banjir kiriman itu berbeda dengan banjir yang disebabkan curahan hujan
sebelumnya. Banjir karena air hujan berwarna lebih jernih, sedangkan banjir
kiriman berwarna kecokelatan bercampur dengan tanah yang terbawa dari asalnya.
“Airnya berwarna cokelat. Cokelat biasanya kiriman,” ujar Epit.
Selain itu, banjir karena air hujan biasanya tak berlangsung lama. Dalam waktu
satu jam, banjir yang biasanya menggenang sekitar 10-20 cm mulai surut. Namun, ketinggian banjir
kali ini mencapai mencapai 50 cm.
“Banjir normal itu sejam doang surut. Ini sudah dari semalam segini-segini
saja. Kemungkinan juga mau nambah lagi,” tutur Epit sambil menunjuk
ketinggian air yang sudah melebihi lututnya.
Pada pukul 15.00 WIB, Epit dan warga lainnya mendapatkan pemberitahuan yang
disebarkan dari pengeras suara musala untuk waspada karena banjir kiriman
diperkirakan datang pukul 18.00 WIB.
Bagi
Epit, banjir di tahun baru ini merupakan banjir tertinggi yang pernah
dialaminya selama 13 tahun tinggal di Babelan.
Pada banjir kali ini, Epit juga menilai pemerintah tak cepat tanggap.
“Dari tadi belum ada dari pemerintah, biasanya ada yang keliling. Belum
lihat,” ungkap Epit.
Warga yang tinggal di sekitar bantaran sungai diminta waspada untuk
mengantisipasi banjir kiriman. Pasalnya, debit air di sejumlah pintu air
mengalami kenaikan dan akan mencapai Jakarta, Bekasi dan sekitarnya pada sore
hingga malam hari.
Curah Hujan Ekstrem, Sementara itu di Jakarta,
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo menyebut curah
hujan yang terjadi dalam dua hari terakhir mencapai lebih dari 300 milimeter.
Padahal berdasarkan catatan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
(BMKG), normal curah hujan sekitar 50-100 milimeter. Hal tersebut disinyalir
membuat banjir terjadi di sejumlah titik di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.
“Pada Jum’at lalu kita sudah koordinasi dengan BPBD DKI Jakarta, dan
sebenarnya sudah ada langkah-langkah kesiapsiagaan, tetapi karena mulai tadi
malam sampai dengan dini hari, curah hujan yang sangat lebat, mencapai lebih
dari 300 milimeter,” ucap Doni saat konferensi pers di kawasan Monas,
Jakarta, Rabu (1/1/2020).
Doni merinci sejumlah daerah yang mengalami curah
hujan tinggi, mulai dari Halim Perdanakusuma dengan 377 milimeter, Taman Mini
Indonesia Indah (TMII) dengan 350 milimeter dan Jati Asih dengan 270 milimeter.
“Jadi, ini merupakan suatu rekor untuk curah hujan tinggi dalam beberapa
jam terakhir,” ungkapnya.
Mengutip data BMKG, ia melanjutkan bahwa permukaan air laut saat ini berada
pada ketinggian 184 centimeter, sementara keadaan normal di bawah 160 centimeter.
“Sehingga, sebagian air yang ada di darat tidak bisa mengalir dengan
lancar ke laut,” katanya
(syakhruddin)