Perkenalan saya dengan Mbak Surti (bukan nama sebenarnya) itu terjadi saat saya diburu waktu untuk sesegera mungkin sampai kembali ke kota asalku, kalau bisa sebelum maghrib.
Dan daripada saya bingung kudu naik kendaraan umum apa ke stasiun Manggarai, akhirnya saya memilih GrabBike sebagai solusi terbaik yang #Selalu Bisa diandalkan.
Setelah berpamitan dengan teman-teman SMA yang kebetulan ikut acara reuni kecil-kecilan itu, akhirnya saya memilih loby Timur Mal Pasific Place Jakarta sebagai tempat keluar mal terdekat.
Sambil jalan, saya pun segera membuka aplikasi Grab dan memilih GrabBike dengan alasan simpel saja. Ini hari Sabtu, weekend, dan Jakarta adalah salah satu kota metropolitan yang tak pernah bisa diprediksi kapan waktu macetnya dan di daerah mana saja.
Apalagi saya kaum pendatang yang tiap bisa dikatakan setiap pekan maupun setiap bulan ada kegiatan di Jakarta. Jadi, walaupun saya lahir di Jakarta, saya sama sekali buta akan ibukota Indonesia ini.
Selang tak berapa lama, pesanan saya ada yang merespon. Karena perhatian saya sudah ke rumah saja, akhirnya saya sama sekali gak ngeh kalau ternyata driver GrabBike saya itu seorang perempuan.
“Dengan Mbak Alin ya?” sapa sang Driver dengan sopan. Saya hanya mengangguk sambil tersenyum. Dan setelah beliau membuka helmnya, barulah saya ngeh kalau si driver ternyata perempuan.
“Gak keberatan kalo saya yang mengantarkan Mbak Alin ke stasiun Manggarai?” Si Driver bertanya lagi. Kening saya sempat berkerut.
“Lha, emangnya kenapa? Bagi saya gak masalah yang jadi driver-nya siapa. Yang penting dia hapal wilayah yang saya tuju, tau rute-rute terdekatnya dan juga gak bikin kita terjebak macet di jalan. Soalnya saya dikejar waktu untuk segera balik ke Karawang.”
Kemudian obrolan pun berlanjut di atas motor. Terus terang, saya salut sama Mbak Surti yang berani ambil tantangan untuk menjadi driver Grab untuk wilayah Jakarta yang notabene belum bisa dikatakan sebagai kota yang aman buat perempuan.
“Ya, abis mau gimana lagi, Mbak. Kalo bukan karena tuntutan ekonomi, saya juga ogah nge-grab dan lebih memilih buka warung kelontong aja di rumah.
Tapi hidup kan kudu terus berlanjut, Mbak. Kita kudu makan, anak-anak kudu sekolah, ditambah saya juga menampung bapak dan ibu saya yang sudah sepuh di rumah.”
Ya, Tuhan…
“Terus, bapaknya anak-anak ke mana, Mbak? Bukankah ini adalah tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga? Kok kayak lepas tangan gitu?”
Hahaha. Terdengar tawa sinis dari arah depan saya. Sedangkan mata dan konsentrasi Mbak Surti masih tetap terpusat ke jalan.
Bapaknya anak-anak kabur dari rumah, Mbak. Menikah dengan perempuan yang katanya tidak kucel seperti saya dan bisa mengurus diri itu”
Eh? Kok saya malah emosi ya mendengar pengakuan Mbak Surti barusan?
“Maksudnya Mbak Surti apa ya?”
“Ya, gitu deh, Mbak. Mantan suami mengaku kalo saya ini kucel, terlalu tomboi, gak bisa dandan, gak bisa rawat diri seperti perempuan-perempuan pada umumnya.”
Benar-benar deh tuh laki. Pengen rasanya saya petis dan cocolin sambel ayam geprek dua puluh rawit setan ke dalam mulutnya. Sudah melahirkan anak tiga masih bilang tak bisa merawat diri?
Memang dia sebagai suami sudah memberikan apa kepada istrinya untuk bisa melakukan perawatan diri lagi?
Dan karena saya tak ingin terlalu ikut campur dalam persoalan rumah tangga Mbak Surti, akhirnya saya hanya bisa berkata, “Biar aja, Mbak. Allah itu gak tidur kok. Laki-laki kayak gitu pasti akan memperoleh karmanya.”
“Eh, tapi suami saya itu pernah jadi penumpang saya lho, Mbak.” Tiba-tiba saja Mbak Surti berkata demikian.
Wah, menarik juga nih. Grab sebagai #Aplikasi Untuk Semua terkadang memang bisa mendekatkan kita secara tidak langsung. Termasuk mantan pasangan suami istri ini.
“Gimana ceritanya, Mbak?” tanyaku akhirnya, antara kepo dan penasaran.
“Terjadi sudah lama banget sih. Waktu saya baru menjadi driver GrabBike selama tiga bulan.
Pas saya jemput dia di lokasi, ya Allah, kok malah mantan suami saya yang naik. Padahal di aplikasi yang pesan itu perempuan. Akhirnya mantan mengaku kalo dia pake gawai istrinya.
Terus terang mantan suami kaget saya menjadi driver Grab. Emang gak ada kerjaan lain apa, katanya. Tapi saya sudah tak peduli.
Saat ini, hidup saya dan anak-anak menjadi tanggung jawab saya, tak ada urusannya dengan dia lagi. Dan saya takkan pernah mengemis apapun dari mantan suami saya itu.”
“Bagus itu, Mbak. Emang jadi perempuan sekarang itu kudu setrong. Jangan pernah mengandalkan dan berharap apapun pada orang lain, apalagi kepada laki-laki kurang ajar seperti itu,” tutupku akhirnya karena ternyata stasiun Manggarai telah ada di depan mata.
“Oya, saya tadi bayarnya pake OVO kan, Mbak. Makasih banyak, Mbak Surti. Tetap setrong dalam menjalani hidup bersama anak-anak ke depan ya. Salam hormat saya buat orangtua Mbak Surti yang melahirkan perempuan tangguh seperti Mbak Surti.”
Ah, Grab. Kamu itu benar-benar Super App deh. Bukan saja sebagai alternatif transportasi yang #SelaluBisa diandalkan untuk kota-kota besar dengan layanan GrabMobil dan GrabBike nya.
Tapi juga sebagai ajang curhat bagi para driver-nya, dimana kita bisa belajar hidup dari mereka semua. Pokoknya, Grab itu #AplikasiUntukSemua deh (bs/syakhruddin)