
Baru-baru ini ramai soal ‘Desa hantu’ di Sulawesi Tenggara. Cerita soal ‘Desa hantu’
pun ada di berbagai di dunia, salah satunya di China.
Fenomena desa ‘hantu’ atau desa yang tidak berpenduduk, tetapi
sengaja didaftarkan demi mendapatkan anggaran dana desa, diungkap
Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani.
Namun rupanya persoalan itu sudah diusut Polda Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan bantuan KPK.
“Perkara yang ditangani tersebut adalah
dugaan tindak pidana korupsi membentuk atau mendefinitifkan desa-desa yang
tidak sesuai prosedur.
Dengan menggunakan dokumen yang tidak sah sehingga mengakibatkan kerugian keuangan negara atau daerah atas Dana Desa (DD) dan Alokasi Dana Desa (ADD)
yang dikelola
beberapa desa di Kabupaten Konawe tahun anggaran 2016 sampai dengan tahun
anggaran 2018,” kata Kabiro Humas KPK Febri Diansyah, Rabu (6/11/2019).
Febri mengatakan, setidaknya diduga ada 34
desa yang bermasalah di Kabupaten Konawe tersebut. Dari jumlah itu, ada 3 desa
fiktif,
Sedangkan 31 desa
lainnya disebutkan bila surat keputusan (SK) pembentukan desa tersebut dibuat
dengan tanggal mundur.
Membicarakan soal ‘Desa hantu’ tapi dalam
arti sesungguhnya. Desa yang diyakini berhantu atau mungkin juga
bisa dibilang tidak dihuni manusia sama sekali dan menyisakan
bangunan-bangunan.
Untuk yang seperti itu, China punya ‘Desa hantu’ yang lagi terkenal. Namanya Desa Houtouwan.
Desa
Houtouwan terletak di Kepulauan Shengshan di sebelah timur Kota Shanghai. Desa
Houtouwan sudah ditempati penduduk sejak tahun 1950-an, yang mayoritas
penduduknya bermatapencaharian sebagai petani dan nelayan.
Namun di tahun 1990-an, perubahan terjadi di desa tersebut. Penduduk desa
banyak yang pindah ke China Daratan (Mainland) untuk mencari pekerjaan dan penghidupan yang
lebih baik.
Akibatnya,
lambat laun desa ini mulai kosong, sampai akhirnya sama sekali tak berpenghuni.
Di tahun 2015, warga China dihebohkan oleh penampakan Desa Houtouwan. Ada
seorang fotografer di sana bernama Qing Jian, yang menelusuri tentang desa
tersebut dan melihat panorama yang ngeri tapi juga cantik.
Hampir semua sudut bangunan di sana tertutup oleh lumut dan tumbuhan merambat
lainnya. Rumah-rumah, hingga jalanan pun terlihat menghijau.
Meski tertutup lumut dan tumbuhan merambat, kesan terbengkalai dan tidak
terawat justru sirna di Desa Houtouwan. Yang tampak justru keindahan dan nuansa
hijau sejauh mata memandang.
Saat alam mengambil kembali apa yang ditinggalkan oleh manusia, alam justru
mengembalikannya ke kondisinya yang paling alami seperti saat sebelum dihuni
oleh manusia.
Hal yang berkebalikan dengan apa yang dilakukan oleh manusi
ini, Desa Houtouwan mulai dilirik lagi untuk
dikunjungi turis. Mereka yang datang ke sini biasanya untuk jalan-jalan dan
berfoto menikmati nuansa hijau yang berbeda 180 derajat dengan Kota Shanghai.
Mulai tahun lalu, pemerintah kota setempat menetapkan tiket masuk bagi
wisatawan yang berkunjung ke Houtouwan. Per orangnya, turis wajib membayar 50
Yuan (setara Rp 110 ribuan).
Untuk menuju ke sini, turis bisa naik kapal dari pelabuhan di Hangzhou Bay. Hanya
butuh waktu kurang dari 2 jam untuk bisa sampai ke sini (bs/Syakhruddin)