Adalah Bripka Ralon Manurung membangun sebuah sekolah dasar di Dusun Sialang Harapan. Dusun Sialang merupakan salah satu permukiman terpencil di Desa Batu Sasak, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Provinsi Riau.
Pria kelahiran Siantar, 14 Januari 1983 ini merasa tepanggil untuk mendirikan sekolah bagi anak-anak yang tinggal di wilayah terpencil. Pada November 2017, Ralon yang merupakan anggota Ditlantas Polda Riau sedang bertugas mengatur lalu lintas di kawasan Jalan Jenderal Sudirman, Kota Pekanbaru, Riau.
“Saya pagi itu sedang membantu masyarakat menyeberang jalan di depan Kantor Gubernur Riau. Saat itu ada sekelompok orang yang sedang meminta sumbangan untuk membangun sekolah,” kata Ralon, Saat itu dia berbincang dengan dengan sekelompok orang, lalu berkenalan dengan seorang pria bernama Riko.
Saat pertemuan itu baru diketahui bahwa Riko kenal dengan istri Ralon, Maria Farida Naibaho (30 thn). Istri Ralon ternyata satu kampus dengan istri Riko.
“Dan rupanya mereka juga sudah komunikasi sebelumnya soal bangun sekolah marjinal itu,” ujar Ralon.
Mendapat cerita soal mirisnya bangunan sekolah, Ralon jadi teringat semasa ia sekolah bersama anak suku sakai di SD 058 Kandis, Kabupaten Siak.
Kala itu, untuk pergi ke sekolah harus menempuh belasan kilometer. Karena sudah punya pengalaman masa sulit bersekolah, Ralon bertekad untuk membantu membangun sekolah di Dusun Sialang Harapan.
Ralon dan istri akhirnya berembuk dan sepakat untuk membantu membangun sekolah dasar. Sekolah dasar itu sudah ada sejak tahun 2006, yang berada di bawah naungan SD Negeri 010 di Desa Batu Sasak.
Namun, dari tahun ke tahun bangunan sekolah yang terbuat dari kayu semakin rusak dan tidak layak digunakan. Meski kondisi yang tak memprihatinkan, anak-anak Dusun Sialang Harapan mau tak mau menggunakan gedung sekolah itu. “SD 010 ada di Desa Batu Sasak. Jaraknya jauh.
Anak-anak harus menempuh hutan dan menyeberang sungai. Kalau air sungai naik, mereka enggak bisa ke sekolah,” kata Ralon.
Akhir Ralon menjual perhiasan istri Untuk membangun gedung sekolah secara permanen, Ralon menghabiskan uang sekitar Rp 14,5 juta. Sekolah yang dibangun memiliki dua ruangan belajar.
Karena dengan mengandalkan gajinya saja tidak cukup untuk membangun sekolah. “Awalnya uang kami terkumpul Rp12,5 juta, ternyata masih kurang Rp 2 juta lagi.
Akhirnya istri saya setuju jual perhiasannya,” cerita bapak dua anak ini. Sekolah dibangun dua ruang.
Pembangunan hanya memakan waktu dua pekan, selama berjalannya pembangunan, warga setempat sangat antusias untuk membantu. Karena sebelumnya bangunan sekolah sangat memprihatinkan.
Untuk mempercepat pembangunan sekolah, tukang yang sedang bekerja merenovasi rumahnya dikerahkan untuk membantu.
“Saya bertemu dengan tokoh masyarakat di sana, mereka sangat membantu. Jadi saya yang tanggung dana, mereka yang bekerja. Tukang renovasi rumah saya juga saya suruh bantu dulu buat sekolah itu,” kata Ralon.
Ralon sudah dua kali datang ke Dusun Sialang Harapan untuk melihat sekolah yang didirikannya. Untuk menuju lokasi, harus menempuh jarak lebih kurang 12 jam dari Lipat Kain, ibu kota Kecamatan Kampar Kiri.
“Ke lokasi sekolah sangat jauh. Saya berangkat pagi dari Lipat Kain, sampai ke lokasi sudah mau magrib. Akses ke sana jalan tanah, tapi sebagian ada yang sudah disemenisasi,” ujar dia. Ralon merasa bersyukur sekolah untuk anak-anak Dusun Sialang Harapan sudah selesai dibangun. Sehingga anak-anak dapat belajar dengan nyaman. Kini, di sekolah itu memiliki 18 murid dan dua guru, sebuah karya monumental dari PakPolisi di lokasi terpencil