Suasana pergantian pimpinan KPK semakin runyam, Pimpinan KPK menyerahkan tanggungjawab pengelolaan KPK kepada Presiden Joko Widodo.
Sebuah keranda yang ditutupi kain hitam tampak di lobi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK), Jakarta Selatan, Jumat (13/9/2019) malam.
Bunga tabur berwarna merah dan putih terlihat di atas keranda dan sekitarnya. Bendera berwarna kuning juga terlihat di sekitar keranda, selayaknya ada orang yang meninggal.
Terlihat pula karangan bunga berwarna putih di samping
keranda dengan tulisan “Rest in Chaos” dan “RIP Komisi
Pemberantasan Korupsi”.
Tindakan ini dinilai sebagai bentuk kekecewaan karena Jokowi tidak
responsif.
“Ya karena tidak responsif sama sekali. Sejak kapan sih ada UU diubah,
lalu pihak yang terkait langsung itu (KPK) tidak dilibatkan sama sekali.
Ketika mengubah UU Bank Indonesia misalnya, draf itu dipersiapkan bersama
DPR dan Bank Indonesia. Menyiapkan draf UU lain pun selalu begitu,” kata
Ketua Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) FH-UGM, Zainal Arifin Mochtar, saat
dihubungi, Jumat (13/9/2019) malam.
“Tapi saat ini kan (dalam revisi) UU KPK, (KPK) tidak dilibatkan sama
sekali,” sambungnya.
Ketua KPK Agus Rahardjo memang mengaku pihaknya tidak pernah dilibatkan dalam pembahasan draf revisi UU KPK.
Bahkan hingga hari ini, dia mengaku tidak tahu draf revisi UU KPK yang
tengah dibahas DPR dengan pemerintah.
Zainal mengatakan saat ini keputusan ada di tangan Jokowi. Saat ini, Jokowi
diminta mengambil keputusan yang cepat dan tepat demi agenda pemberantasan
korupsi.
Zainal mengatakan Jokowi masih punya kesempatan untuk menolak revisi UU KPK.
Publik menunggu komitmen Jokowi untuk menguatkan KPK.
Direktur Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mengatakan, sebaiknya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dibubarkan.
Hal itu dikatakannya menyusul revisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Bahkan Ray menyebutkan, KPK hanya sekadar menjadi markas kepolisian yang berada di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan.
“Kalau designnya penyidik polisi, penyelidik polisi, saya enggak tau nanti komposisinya seperti apa.
Tapi kalau dilihat saat ini, penyidik nonpolisi dan
kejaksaan aja banyak diprotes, artinya kemungkinan dominannya nanti penyidik
dari kepolisian dan kejaksaan akan banyak menempati posisi penyidik dan
penyelidik di KPK,” katanya di sekretariat Formappi, Jalan Matraman
Raya, Jakarta Timur, Jumat (13/9).
“Sekarang bola ada di presiden, silakan dilakukan yang semestinya.
Kalau presiden masih menganggap ada agenda pemberantasan korupsi yang mesti diselamatkan, silakan lakukan, misalnya dengan menolak dan menyetujui revisi UU,” ujar dia.
Jokowi masih berpeluang menggagalkan revisi UU KPK karena baru melalui
tahapan pengajuan, pembahasan, dan persetujuan. Zainal mengatakan masih ada dua
tahapan lain yakni pengesahan dan pengundangan.
“Masih ada dua wilayah, presiden masih bisa menolak kalau dia mau,”
kata dia.
Jokowi dikenal banyak berinteraksi dengan tokoh antikorupsi. Dia juga beberapa
kali mengembalikan barang pemberian dari pihak lain ke KPK sebagai bentuk
menolak gratifikasi.
Zainal mengatakan Jokowi semestinya membuktikan selarasnya ucapan dengan
tindakan.
“Saya tidak mau menghukumi yang dulu itu pencitraan. Jangan-jangan dulu
dia ikhlas. Luruskan kata dan perbuatan. Ketika janji kuatkan KPK maka harusnya
tindakannya diluruskan dalam menguatkan pemberantasan korupsi dan KPK,”
tegasnya.
Sebelumnya, pimpinan KPK menyampaikan kegelisahannya akan kondisi saat ini, yakni
sudah disepakatinya revisi UU KPK oleh pemerintah dan DPR. Ketua KPK Agus
Rahardjo pun mengembalikan pengelolaan KPK ke Presiden Jokowi.
“Dengan berat hati pada hari ini kami menyerahkan tanggung jawab
pengelolaan KPK kepada Bapak Presiden Republik Indonesia,” kata Agus di
KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Jumat (13/9).
Tiga Pimpinan KPK mengembalikan mandat ke Presiden Joko Widodo. Dalam kondisi tanpa pimpinan, maka ada tugas-tugas di KPK yang tak bisa dieksekusi.
Tiga Pimpinan KPK yang mengembalikan mandat ke
Jokowi adalah Ketua KPK Agus Rahardjo, Wakil Ketua KPK Laode M Syarif, dan
Wakil Ketua KPK Saut Situmorang.
Sebagaimana diketahui, Pimpinan KPK berjumlah
lima orang dan para pimpinan KPK ini bersifat kolektif (bersama-sama) dalam
bekerja (bs/syakhruddin)