Demo Dema yang dimotori Ardiansyah kembali berlanjut, Senin (24/6-2019) di saat para dosen LB sedang berada di lokasi setting praktikum.
Kondisi yang kurang menguntungkan dalam proses belajar mengajar, khususnya bagi dosen LB atas nama Abd Wahab Awing yang salah paham dengan para aktifis Dema FDK UIN, tentunya berdampak sistematis, terstruktur dan masif (meminjam istilah Paslon 02).
Bilamana pihak Jurusan, Wadek III bidang kemahasiswaan tidak segera mencari solusi untuk upaya mempertemukan kedua belah pihak.
Maka pada gilirannya akan mengganggu kenyamanan mengajar, terutama para dosen LB yang selama ini cukup dirasakan sumbangsihnya untuk pengembangan dan kemajuan jurusan, khususnya PMI/Kessos.
Bilamana langkah-langkah ini, tidak segera diambil, maka ke depan, para dosen LB yang berlatar belakang profesi pekerjaan sosial, sudah harus bersatu dan menyatakan sikap untuk mengucapkan “sayonara”
Dan menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak jurusan PMI/Kessos pada khususnya dan Dekan FDK dan jajarannya,
atas kesempatan yang diberikan selama ini untuk ikut serta berpartisipasi mengembangkan profesi pekerjaan sosial di kampus bermartabat.
Apalagi yang harus dipertahankan, bilamana kenyamanan mengajar sudah tidak kondusif lagi, dimana anak-anak binaan kita selama ini di didik di kampus.
Tanpa tedeng aling-aling teriak melalui megaphone dan menyebut nama sang dosen LB
Sebagai orang yang tak bermartabat dan tak layak diucapkan sebagai seorang pendidik di kampus bermartabat yang menyebutkan “Suntili ini Dema”
Akan tetapi bila menelisik kembali, roda kepemimpinan di FDK sebentar lagi akan berganti gerbong,
Maka dari hasil renung menung, terpapar indikasi untuk dapat merekonstruksi pemikiran, bahwa keberanian Dema, demo sebanyak dua kali, tidak terlepas dari adanya kepentingan terselubung dari oknum dibalik layar.
Dekan FDK melalui pesan WA melalui grup mengemukakan pentingnya untuk segera memfasilitasi pertemuan antara Dema dan Pak Wahab.
Hal itu, tentunya patut untuk diapresiasi agar tidak berlarut dan mengganggu proses belajar mengajar.
Bagi aktifis Dema, khususnya Ardiansyah, dkk yang jarang mengikuti kegiatan perkuliahan pada matkul yang di ampu Pak Wahab,
Dengan sendirinya akan terganggu dalam penilaian akhir tentang nilai dari dosen.
Dengan demikian, dapat dikategorikan sebagai balasan atas tindakan demo dengan nilai akhir di mata kuliah, angka yang tak menguntungkan, karena pasti eror.
Secara massif tentunya, akan terus bergulir hingga tiba ujian final dan sang dosen LB mengakhiri pengabdian satu semester.
Bagi dosen LB sekaligus akan menjadi evaluasi akhir, apakah kontrak kerja berikutnya akan berlanjut atau berakhir disini saja.
Sebelum semuanya berakhir di jalur keputusan pimpinan, maka solusi terbaik adalah mempertemukan kedua potensi sumber (mahasiswa dan dosen LB) untuk segera mencari jalan keluar.
Bila tak ada solusi yang bermartabat, maka kelanjutan dari sikap seorang pejuang sosial, mengangkat tangan memberi hormat ke “Tugu Bermartabat” dan mengucapkan terima kasih dan sayonara.
Mari kembali ke rumah kediaman mengurusi anak cucu serta menyibukkan diri di masjid hingga akhirnya kelak menghadap kepada sang pemilik “Kekuasaan”
Renung menung ini, sekaligus wujud perasaan hati yang terusik melihat tingkah pola anak didik kita di kampus bermartabat.
Samata, 25 Juni 2019