Menelisik tindakan Dewan Mahasiswa (Dema) Fakultas Dakwah & Komunikasi, Ardiansyah yang melakukan demonstasi di belakang kampus bermartabat, Samata Gowa pada Hari Senin (17/6-2019), menjadi sebuah fenomena yang menarik untuk direnungi.
Dapat dibayangkan, seorang mahasiswa semester VI Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam Konsentrasi Kesejahteraan Sosial (PMI/Kessos), Ardiansyah yang sedang mengikuti program “Praktikum Mikro” yang dibina dosen pengampu, Drs Abd Wahab,MM yang akrab dipanggil “Karaeng Awing” sudah berani melakukan demo dengan mengikutsertakan kawan-kawannya.
Ada apa dengan dunia pendidikan kita dewasa ini ??? sebuah pertanyaan yang mengusik untuk menjadi renungan.
Yang pasti dihadapi oleh Ardiansyah, adalah nilai kosong dari dosen pengampu praktikum, “Selain ybs jarang mengikuti perkuliahan sampai 14 x pertemuan, juga melawan dosen dengan melakukan demonstrasi yang membuat nama besar Abd. Wahab Karaeng Awing harus menanggung beban derita batin yang berkepanjangan.
Padahal beliau hanyalah seorang Dosen LB yang datang ke kampus bermartabat untuk berbagi ilmu dengan mahasiswa.
Sementara kalau merunut akar masalahnya, karena ucapan sang dosen melalui akun facebook saat menjawab pertanyaan Ardiansyah, yang tidak mau menerima perkataan “Suntili ini Dema” walaupun belakangan, kalimat itu sudah dihapus dari akun Pak Wahab.
Dengan demikian, tidak boleh juga sepenuhnya disalahkan “Sang Pendemo” yang memiliki semangat dan jiwa muda yang sedang berkecamuk dalam dadanya.
Atau ada yang hilang dalam proses belajar dan mengajar di Kampus yang mengusung tagline “Bermartabat”
Melalui tulisan “Secangkir Kopi” kita mencari benang merah untuk menariknya ke titik nadir dan mempertemukan keduanya dalam konteks “Bapak dan Anak” agar proses perkuliahan dan kenyamanan perasaan dalam mengajar, dapat berlangsung lancar.
Hal ini terasa berat, terutama Pak Wahab yang saat ini sudah termasuk sepuh, dimana perasaan, emosi dan situasi yang melingkupinya dibutuhkan kebesaran jiwa untuk permohonan maaf dari seorang anak yang mencoba mencari jati diri, walaupun itu sangat bertentangan dengan norma kesopanan dan tata krama seorang Mahasiswa UIN sebagaimana yang tertuang dalam “Buku Saku Kemahasiswaan”
Keberkahan ilmu tergantung dari seorang dosen yang mengayomi, bilamana dalam proses belajar , seorang mahasiswa sudah berani dan dengan lantang melawan dosen, “Maka yakinlah masa bahwa depan Anda akan menjadi merana”
Karena itu, masih ada kesempatan pada dua semester terakhir, yaitu praktikum makro dan KKN serta penyusunan skripsi” untuk kembali menata diri dan mempersiapkan masa depan yang baik.
Dari peristiwa ini, kami semua yang tergabung dalam “Dosen LB” untuk mencari formula baru, dengan berusaha menaklukkan nurani pemberontakan, melalui pendekatan dan cara-cara islami sehingga terhingga tercipta harmonisasi dalam proses belajar mengajar.
Bukankah kita telah diamanatkan untuk “berdoa sebelum belajar dan lima menit pertama” untuk memberikan pesan-pesan moral kepada anak didik, dan lima menit terakhir untuk menutup dengan harapan dan doa-doa yang membuat kita bisa bahagia”
Secangkir kopi, adalah sebuah tulisan perenungan dan bukan saja untuk Pak Wahab pribadi dan Ardiansyah, akan tetapi mari mengambil hikmahnya dan melakoni kehidupan pada sisa-sisa akhir pengabdian`
Dengan menyuguhkan ketokohan dan berprinsip pada tagline lawas “ Ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun kara, tut wuri handayani yang artinya bila kita di depan memberi teladan, di tengah memberi semangat dan di belakang memberi kekuatan / daya.
Kami yang tergabung dalam Dosen LB, adalah insan yang sudah selesai pencapaian kariernya, yang tersisa diakhir hayat, ingin mempersembahkan yang terbaik buat anak bangsa pada umumnya dan generasi pekerja sosial bermartabat pada khususnya, salamaki (syakhruddin/dosen LB/instruktur Tagana Kompi FDK UIN).