Oleh : H.Syakhruddin.DN (Perintis Tagana Indonesia)
Taruna Siaga Bencana (TAGANA) sebagai salah satu komponen bangsa yang secara spesifik membaktikan dirinya untuk pemberian bantuan dan perlindungan sosial. Hari ini memasuki usia ke-15 tahun ( 24 Maret 2004 s/d 25 Maret 2019).
Perjalanan panjang TAGANA (Taruna Siaga Bencana), kini memasuki usia ke-15, tepat pada tanggal 24 Maret 2019. Banyak hal telah dilakukan TAGANA, dalam upaya penanggulangan bencana, baik sebelum bencana, saat bencana maupun pascabencana.
Kilas balik perjalanan sejarah TAGANA, berawal atas kesadaran seorang pegiat penanggulangan bencana di “Departemen Sosial” (Nama waktu itu), bernama lengkap Drs.Andi Hanindito,M.Si, yang belakangan kami sering menyapa, Panglima Tagana Indonesia.
Beliau bersama jajarannya, merumuskan akan pentingnya penanggulangan bencana berbasis masyarakat. Kemudian ditindaklanjuti, dengan pembicaraan banyak unsur relawan dari berbagai komponen, termasuk pengurus Karang Taruna Nasional yang saat itu, diketuai Dody Susanto.
Kala itu, Dody kurang setuju dengan hadirnya TAGANA, dengan alasan “Untuk apalagi ada TAGANA, karena sudah ada “Karang Taruna”
Akan tetapi rumusan tentang TAGANA sudah mantap, akhirnya para perencana kegiatan di Salemba Raya No 28 Jakarta menyepakati, Pentingnya didirikan, relawan penanggulangan bencana, yang pembinaannya oleh Departemen Sosial (nama waktu itu).
Maka pada tanggal 24 Maret 2004, di BBPKS (Balai Besar Pendidikan dan Pelatihan Kesejahteraan Sosial) Lembang-Bandung Jawa Barat, sebanyak 66 orang yang merupakan perwakilan dari utusan provinsi se-Indonesiam maka dibentuklah Tagana dan mereka merupakan pioner dan para perintis utama yang membubuhkan tanda tangan pembentukannya.
Di antara para pelaku, ada yang sudah berpulang kerahmatulah, adapula yang sudah tidak lagi berada dalam jajaran Kementerian Sosial karena mutasi jabatan dan sebagian lainnya, memasuki masa purna bakti.
Dari hasil kesepakatan itu, lalu ditindaklanjuti dengan Pemantapan Tagana, bertempat di Hotel Lembang Jawa Barat, diikuti utusan 33 provinsi se-Indonesia.
Kala itu, dengan penuh keterbatasan, berkumpullah 66 pemuda pegiat penanggulangan bencana, untuk berlatih bersama dan menamakan dirinya, “Taruna Siaga Bencana” atau yang dikenal sekarang dengan nama TAGANA.
Mereka membulatkan tekad, untuk memberikan yang terbaik kepada negeri ini, dalam penanggulangan bencana. Kegiatan pembinaan terus berlanjut dari tahun 2004 hingga Pemantapan Tagana se-Indonesia tahun 2006, dan hal inilah mengundang tanya, dari sebagian pionir Tagana Indonesia.
Siapakah yang sebenarnya menjadi Perintis sejati, karena ada yang hadir pertama kali, saat merumuskan TAGANA di BBPPKS, namun tidak hadir pada saat kegiatan “Pemantapan di Hotel Lembang tahun 2006”.
Sementara momentum di Hotel Lembang Bandung, merupakan awal pemberian tolkit Tagana secara lengkap dalam satu tas biru, diterima langsung dari almarhum Bapak Purnomo Sidik.
Beruntung, Penulis hadir pada dua kesempatan, dan tercatat resmi sebagai utusan Provinsi Sulawesi Selatan.
Tahun 2004, Penulis bersama Andi Syafri Sulo dari Karang Taruna Sulawesi Selatan dan pada kegiatan Pemantapan tahun 2006 di Lembang Jawa Barat, Penulis bersama Muhlis Moed, hasil pelatihan angkatan pertama dari Sulawesi Selatan.
Kebersamaan Sdr. Muhlis Moed, sejak 2006 sampai saat ini masih terus eksis dalam berbagai kegiatan TAGANA, dan menjadi instruktur di berbagai pelatihan, baik di masyarakat maupun yang dilaksanakan di kampus-kampus di Sulawesi Selatan. Aktifitas itu terus digelorakan hingga melahirkan program “Tagana Masuk Kampus”
Masih jelas dalam ingatan, pada saat di Lembang-Jawa Barat, Bapak Iyan Kusmadiana, bertindak selaku komandan upacara pada acara pembukaan di lapangan BBPPKS Lembang, dan Bapak Safei Nasution sebagai utusan dari Jawa Barat.
Kini keduanya telah menjadi Kasubdit di Kementerian Sosial, sementara penulis memasuki purnatugas dari Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan di Makassar.
Masa pensiun bukan berarti akhir dari segalanya. Penulis lalu menjadi Dosen Luar Biasa pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Alauddin, dan menjadi instruktur utama dalam pengembangan Tagana berbasis kampus.
Taruna Siaga Bencana (TAGANA), adalah relawan sosial terlatih yang berasal dari masyarakat, mereka memiliki kepedulian dan aktif dalam penanggulangan bencana bidang perlindungan sosial.
Tugas pertama Tagana dalam penanggulangan bencana nasional, adalah pada saat penanggulangan bencana di Meulaboh–Aceh Selatan.
Kala itu, 21 personil Tagana dari Provinsi Sumatera Utara, mengawali kegiatan dengan fokus pada logistik, shelter dan pendampingan psikososial.
Sejak itulah, keberadaan dan eksistensi Tagana dapat menjawab keraguan sebagian pihak.
Dewasa ini, Tagana sudah menjadi front liner penanggulangan bencana bidang perlindungan sosial, membantu pemerintah, khususnya Kementerian Sosial Republik Indonesia dalam penanggulangan bencana.
Melalui Peraturan Menteri Sosial RI Nomor : 28 tahun 2012 tentang Pedoman Umum Tagana, dan Peraturan Menteri Sosial RI Nomor : 29 tahun 2012 tentang Tagana.
Selanjutnya dengan pembaharuan Peraturan Menteri Sosial Nomor : 82 tahun 2006 tentang Tagana, maka TAGANA lebih jelas eksistensinya dan pembinaannya, serta pengembangan tugas. Mulai logistik, shelter, pendampingan psikososial dan bahkan advokasi sosial korban bencana.
Dengan dukungan awal peralatan, berupa mobil Rescue Tactical Unit (RTU) 495 unit, Mobil Dapur Umum Lapangan 449 unit, Mobil Truk 210 unit, Tangki Air 169 unit, Water Treatment 18 unit dan Motor Trail 589 unit, Tagana terus mengabdikan dirinya.
Setelah 15 tahun berlalu, peralatan itu malah terus bertambah seiring dengan semakin seringnya terjadi bencana dan makin berkembangnya Tagana di persada nusantara.
Penugasa lain, serta buffer stock, peralatan penanggulangan bencana yang terus diperbaharui dan dikembangkan, kini tersebar di seluruh Indonesia dan telah disiapkan Kementerian Sosial RI untuk kelancaran pelaksanaan tugas.
Tentunya sekarang sudah semakin meningkat dan maju, bahkan sudah akan dilengkapi dengan dumlap motor viar yang akan menembus lorong dan gang yang sempit.
Kini, Tagana sudah berkembang menjadi besar, baik jumlah personil Tagana dan kiprahnya hampir di seluruh kejadian bencana di Indonesia, mereka hadir pada kesempatan pertama, karena mereka ada di mana-mana, tersebar dipelosok negeri ini.
Sehingga apa yang dinyatakan, ketika Menteri Sosial Republik Indonesia saat dijabat Khofifah Indar Parawansa menginstruksikan, “Tagana satu jam, harus ada di lokasi bencana”.
Tagana pasti ada, karena mereka masyarakat biasa, ada di seluruh pelosok Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Tagana telah menjawab dengan strategi, “turn back tocommunity” dan Tagana mempunyai “Sahabat Tagana” yang keberadaannya, lebih dalam lagi yaitu ada di keluarga, kelompok masyarakat bahkan perorangan.
Keberadaan KSB (Kampung Siaga Bencana), di lokasi rawan bencana, dimana Tagana sebagai fasilitatornya, telah menambah jangkauan Kementerian Sosial RI dengan upayanya dalam mengembangkan pendekatan CBDM “Community Bases Disaster Management”
Upaya pengembangan Tagana, telah banyak dilakukan, baik dalam maupun luar negeri, seperti dengan “Community Emergency Management Institut Japan (CEMIJ)”.
Kini tiba saatnya, merealisasikan keinginan Kementerian Sosial RI dan Tagana di Seluruh Indonesia, untuk melakukan “Nota Kesepahaman dengan pihak-pihak yang selalu bekerjasama di lapangan,
Yaitu Badan SAR Nasional, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika serta Palang Merah Indonesia.
Kami yakin, nota kesepahaman Kementerian Sosial Republik Indonesia, dengan ketiga lembaga dimaksud, akan lebih memayungi, upaya yang selama ini Tagana lakukan dan memberikan motivasi baru kepada seluruh Tagana di Indonesia,
Bahkan dewasa ini telah dijejaki kerjasama dengan Pengurus Pusat dari pihak Pramuka (Praja Muda Karana) Indonesia.
Untuk mendukung pelaksananan tugas Tagana, maka hari ini, kita akan canangkan oleh yang terhormat, Menteri Sosial Republik Indonesia, disaksikan para undangan tentang “Sahabat Tagana” dan “Tagana Tactical Information System (TACTIS),
Itulah kenangan abadi bersama Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa pada Ultah Ke-12 di Tagana Training Center di Sentul Jawa Barat.
Hari ini, di ulang tahun ke-15 Tagana Indonesia, oleh Menteri Sosial RI, Agus Gumiwang Kartasasmita, bersama Dirjen Linjamsos dan Direktur PSKBA Kemensos RI, kembali mengayunkan langkah dan mengembangkan program “ Tagana Masuk Sekolah”
Selamat memperingati 15 tahun kehadiran Tagana Indonesia, dan teruslah mengabdi sebagaimana jargon kesepakatan Tagana “Pantang Tugas Tidak Tuntas” semangat pagi.
Sementara itu, untuk kilas balik perjalanan panjang TAGANA, berikut kami catatkan berbagai peristiwa pada setiap peringatan.
Diantaranya, pada puncak Peringatan Tagana ke-14, Kementerian Sosial RI telah berhasil membentuk 587 KSB (Kampung Siaga Bencana), hal ini menunjukkan bahwa realisasi dari program satu jam sesudah bencana Tagana sudah ada di lokasi, secara matematika tentu dapat direalisasikan.
Selanjutnya pada Ultah TAGANA ke-13 di Kepulauan Seribu Jakarta Utara, Mensos menyematkan “PIN” kepada para Perintis Tagana Indonesia sebanyak 66 orang, dan alhamdulillah, Penulis mendapat kehormatan mewakili kawan-kawan perintis se-Indonesia.
Pemberian “PIN PERINTIS” sebagai realisasi dari kesepakatan pada saat berlangsungnya Jambore Tagana di Balikpapan, ditandai dengan pengibaran Bendera Relawan terbesar yang mendapatkan “Record Muri” dan piagamnya diterima langsung Direktur PSKBA, Bapak Adhy Karyono (Jabatan pada saat itu).
Dalam kondisi kami menerima penghargaan seperti ini, kembali terkenang akan rekan-rekan kami yang telah gugur dalam pemberian pertolongan terutama pada kasus Gunung Merapi`
Kelima anggota Tagana yang gugur tersebut yakni Slamet Ngatiran, warga Ngrangkah, Umbulharjo, Sleman, Juprianto, warga Banjarsari Glagaharjo, Sleman, Samiyo warga Srunen Glagahharjo, Sleman, Arianto Prasetyo, warga Srunen Glagaharjo Sleman dan Supriyadi warga Banaran Galur, Kulon Progo.
Kelima almarhum adalah relawan sekaligus pahlawan kemanusiaan. Mereka gugur saat membantu sesama manusia, ketika terjadi erupsi Merapi 2010 lalu, dan kepadanya setiap kami berulang tahun selalu membacakan “Ummulkitab-Al fatihah”
Demikian halnya dengan mantan Menteri Sosial Idrus Marham, pada upacara Hari Ulang Tahun ke-14, yang diperingati di Kebumen pada tanggal 30 Maret 2018 di Kebumen.
Kala itu, Tagana se-Indonesia sempat bersilaturahmi dengan utusan Tagana dari 33 provinsi di tanah air, terutama para Perintis Tagana Indonesia, yang telah membubuhkan tanda tangan, pada pembentukan Tagana di Lembang Jawa Barat tahun 2004.
Rangkaian perjalanan panjang Tagana, khususnya di Provinsi Sulawesi Selatan di ulang tahunnya ke-14 yang lalu, telah selesai melakukan “bedah rumah” milik seorang guru honor bernama Nuraeni, lokasi Dusun Kacci-Kacci Desa Bontobiraeng Selatan Kecamatan Bontonompo Kabupaten Gowa-Sulawesi Selatan.
Sementara untuk tahun 2019 pada Peringatan HUT-15, Tagana dinyatakan sebagai Ikon dari prodi kesejahteraan sosial pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.
Dirgahayu Tagana Indonesia Ke-15, yang diperingati di Tagana Training Center (TTC) Bogor Jawa Barat dan kepada rekan-rekan se-Nusantara, tetaplah terus mengabdi dimanapun posisi anda bertugas, “Semangat pagi”