Kriiiiiiiiing …………. bunyi telepon genggam membangunkanku untuk sholat Ashar. Biasanya berjamaah di Masjid Besar Al-Abrar Gunungsari Baru, tapi kali ini karena sempat terlelap akhirnya baru bangun setelah sholat jamaah berakhir.
Bergegas mandi dan sholat Ashar, biasanya kalau sudah sholat menikmati kopi sembari mengutak-atik pekerjaan di depan komputer, tapi kali ini, orang di rumah sedang bertandang ke tetangga, akhirnya ke dapur dan mencolokkan peralatan listrik Untuk memanaskan air panas.
Di Lemari sudah tersedia lima shaset kopi nescafe, jadi tinggal menyeduh dan jadilah “Secangkir Kopi buatan sendiri”.
Dari kegiatan mandi, sholat dan buat kopi sendiri dapat membayangkan kehidupan sahabatku di Kampungnya Mbak Susi, mereka beraktifitas seorang diri di tengah kesibukannya sebagai pejabat, tanpa pembantu dan sementara harus menyelesaikan tugas-tugasnya sebagai seorang aparatur negara.
Ternyata dalam kesendirian terkadang ada enaknya dan ada tidak enaknya, pekerjaan yang seharusnya sudah tuntas harus berbagi dengan tugas rutin membuat kopi, akan tetapi terkadang kita membutuhkan suasana untuk sendiri, disaat-saat tengah malam, ketika menghadap “Sang Khalik” mengemukakan permohonan pada sepertiga malam, itulah saat yang paling tepat untuk sendiri.
Demikian halnya ketua ORW 07 Kelurahan Pa’Baeng-Baeng, namanya HYR, sejak sepeninggal isterinya, terasa ada sesuatu yang berubah tingkah lakunya. Sepulang dari Masjid sholat subuh, beliau harus merebus air Untuk membuat Kopi, lalu menikmati suasana pagi dengan membaca koran Harian Fajar.
Kondisi yang dilalui juga terasa hampa tanpa pendamping disisinya, maka kepada Penulis pernah mengemukakan keinginannya untuk “Kawin Lagi” Hehehehehehe ….. perkawinan kali ini tentu bukan lagi soal kebutuhan seks belaka, akan tetapi perawatan sebagai seorang suami merupakan kebutuhan utamanya.
Lain halnya mereka yang punya suami, akan tetapi sang suami tak bertnggungjawab dan hanya mau menjadi benalu diatas penderitaan isterinya, malah dapat dikatakan “mengeksploitasi isterinya” dan hal itu berlangsung bertahun-tahun, sehingga tidak mengherankan bilamana ada isteri terpaksa mencari solusi dengan bekerja siang-malam sekedar untuk keluar dari kondisi yang kurang menguntungkan itu.
Terlepas dari semua itu, kali ini kita ingin membuat sebuah tulisan, sebagai bahan renungan bahwa menjadi seorang diri terkadang kurang menguntungkan. Dan benarlah teori yang mengatakan, bahwa sesungguhnya manusia itu adalah makhluk sosial, yang satu sama lain saling membutuhkan, bukan seperti almarhum Dg Lewa yang meninggalkan Kampungnya di jeneponto dan kemudian merantau dan terakhir bermukim di sebuah pula di Bangka Balitung dan menghabiskan sisa hidupnya seorang diri disebuah pulau.
Beruntung dia ditemukan seorang anggota TAGANA, kemudian memindahkannya ke sebuah kampung dan hingga akhir hayatnya, Daeng Lewa pergi dengan tetap dalam kesendiriannya menghadap Ilahi Rabbi yang Maha Tunggal dengan segala pengalaman hidup yang diperoleh di sebuah pulau yang sepi.
Kata sepi atau “Kesepian” adalah momok yang terkadang menggeroti perasaan batin, sehingga dengan menyibukkan diri dalam membuat sebuah tulisan adalah solusi terbaik, sembari menikmati secangkir kopi buatan sendiri, salamaki.
Penulis H.SYAKHRUDDIN.DN