Syaifullah, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Islam Negeri (UIN) Makassar jurusan kesejateraan sosial, yang sedang melakukan PKL (Praktek Kerja Lapang) di Desa Borongloe Kecamatan Pajukukang Kabupaten Bantaeng.
BER “ULAH” dengan melakukan rapat mendadak, berdampak pada anggota kelompoknya yang tidak mau lagi mengikuti program PKL, karena ulah sang Ketua BEM bersama Koordinator Desa (Koordes) Muhammad Nawir.
Ikhwal peristiwanya, saat mereka diterjunkan oleh Ketua Jurusan Kesos,Para Pendamping PKL melaksanakan kegiatan praktek, diikuti Mahasiswa Semester VI UIN Makassar.
Mereka ditempatkan diberbagai desa di Kabupaten Bantaeng, Kelompok II terdiri dari Muhammad Nawir, Tri Puspita Sari,Syaifullah (Ketua BEM), Nur Akbar, Putri, Nur Maqfira (Abel) Zul Anwar dan Zulkaeda Nur (Kedha) berada di Desa Borongloe Kecamatan Pajukukang.
Di lokasi PKL, Penulis sebagai orang tua Tri Puspita Sari, memiliki banyak akses, kolega dan sahabat TAGANA yang tersebar pada 24 kab/kota di Sulawesi Selatan.
Tersebutlah Sdr. Asrul Supu sebagai Koordinator Tagana Bantaeng, kepadanya saya titipkan tugas, kalau ada mahasiswa PKL di Desa Borongloe, sesekali dilihat di lokasi PKL, karena disana ada putri saya bernama Tri Puspita Sari.
Tanggungjawab itu dilaksanakan dengan baik, sehingga pada hari, Sabtu 16 Pebruari 2013, Sdr. Asrul mendatangi lokasi PKL di Desa Borongloe, dan mengajak teman-teman PKL Tri Puspita Sari, berkunjung ke Pantai Marina Bantaeng, sembari menikmati suasana pantai di senja hari.
Maka berangkatlah tiga orang anggota PKL, masing-masing Zulkaedha Nur alias Kedha, Tri Puspita Sari (Tri) dan Nur Maqfira, rekan-rekannya yang lain tidak ikut dengan alasan mau istirahat.
Setelah izin dari sang pemilik rumah, kebetulan seorang anggota Babinsa dan merupakan orang tua Muhammad Nawir, kemudian kepada anggota kelompok lainnya, umumnya sepakat “mengizinkan” dengan pertimbangan cepat kembali.
Menjelang magrib, ketiganya tiba kembali di rumah atau Posko PKL di Desa Borongloe Kecamatan Pajukukang yang berbatasan dengan Kabupaten Bulukumba.
Mereka diajak untuk santap malam, namun ketiga peserta PKL ini tidak mau makan, karena sudah ditraktir oleh Saudara Asrul, ketiganya langsung ke kamar untuk istirahat.
Menjelang Pukul 22.00 Wita, Ketua BEM bersama Kordes membuat ulah, rapat mendadak, “alasannya ada aturan dari akademik, agar semua peserta PKL yang selalu jalan keluar tanpa izin dari Ketua BEM, akan dikembalikan ke Makassar.”
Ketiga peserta PKL itu, yang sedang istirahat, dipanggil mendadak ke ruang tengah untuk rapat. “ Ini rapat penting, aturan dari akademik, yang selalu jalan dan tanpa izin, harus dikembalikan ke Makassar.
Kalau tidak mau pulang, maka kami akan tinggalkan lokasi, selaku Ketua BEM, saya sangat dibutuhkan untuk pergerakan di Makassar,” tutur Syaifullah dengan mimik serius dan nada menggertak.
Mendengar akan dipulangkan paksa, Kedha dan Tri yang dari tadi diam-diam mengatakan, kalau harus dipulangkan silakan, mau dipindahkan juga bisa.
Mendengar jawaban seperti ini, Sang Ketua BEM dan Kordesnya makin bertingkah, Tri yang merasa diri benar, tidak menerima perlakuan sandiwara yang dibuat oleh Ketua BEM dan Kordesnya,” mereka menangis dan menelpon Asrul dan kedua orang tuanya di Makassar.
Mendengar telepon dari kejauhan dengan suara yang menangis, sebagai orang tua tentunya juga iba, dan malam itu segera diperintahkan Sdr. Asrul untuk menjemput Tri di lokasi dan membawa ke Makassar.
Informasi atas ulah yang dilakukan Ketua BEM dan Kordesnya sampai juga ke pihak Ketua Jurusan Kesos, info itu, Penulis kirim melalui email dengan tembusan kepada Bapak Wahab Awing, yang mengusulkan lokasi PKL di pusatkan di Kabupaten Bantaeng.
Dengan gerakan taktis, Asrul menuju ke Desa Borongloe Kecamatan Pajukukang, dinihari hari Sabtu 16 Pebruari 2013. TRI di jemput di lokasi praktek, selanjutnya Sang Koordinator Tagana menuju Makassar, mengantar putrinya menuju kediaman di Jalan Andi Tonro I No. 6 Makassar.
Di saat Tri Puspita Sari di jemput di lokasi, barulah mereka pada “PANIK” dan menyatakan menyesal membuat kegiatan yang mengatas namakan akademik, terlebih lagi ada telepon langsung dari Ketua Jurusan Kesos, Ibu Tantipun menyatakan kepada ANE, “ Persoalan ini saya ambil alih”.
Di Kelompok satu, terjadi juga kondisi yang kurang menggembirakan, hal ini karena “Soal Cinta” salah seorang peserta PKL yang dibonceng pacarnya dari Makassar ke lokasi PKL di Bantaeng.
Karena memang sang kekasih adalah warga Bantaeng. Sekali waktu karena kesulitan air bersih, sang pacar dijemput untuk mandi di rumah kekasihnya yang tidak jauh dari lokasi PKL.
Kondisi itu mengundang antipati dari anggota kelompoknya, akhirnya terjadilah perkelahian diantara anggota kelompok, terpaksa mereka juga meninggalkan lokasi PKL, karena hal-hal sepele yang dilakukan oleh peserta PKL, dan menganggap hal biasa saja, sebagaimana kalau berdemo di Kota Makassar.
Barangkali, semua ini menjadi catatan bagi penanggungjawab kegiatan, untuk memberikan pembekalan dan pengawasan yang lebih intensif sebelum mereka melaksakan praktek lapang di tengah masyarakat.
Kini, Tri sudah ada ditengah keluarga dan merasakan bagaimana ulah sang Ketua BEM dan Kordes yang berulah, namun akhirnya juga “MINTA MAAF” itulah sebuah pelajaran berharga, jangan berulah kalau tak mau didaulat, salamaki
2 thoughts on “Ketua BEM Berulah Lalu Minta Maaf”
padahal saya baru mau jenguk adik-adik kessos besok-kebetulan akan balik kebulukumba n rencana singgah disana. ternyata sudah pulang semua kemakassar yah pak?
padahal saya baru mau jenguk adik-adik kessos besok-kebetulan akan balik kebulukumba n rencana singgah disana. ternyata sudah pulang semua kemakassar yah pak?
Hanya Tri yang kembali ke Makassar dan yang lain masih menyelesaikan tugas di lokasi