SYAKHRUDDIN.COM – Yang dikejar tiada dapat, yang ditinggal berceceran, ungkapan kalimat di atas amat tepat ditujukan kepada Arbaniansyah alias Pak Bani, warga Jalan Jembatan Lama Kelurahan Kintapura Kecamatan Kintap Kabupaten Tanah Laut Kalimantan Selatan.
Bermaksud memperbaiki ekonomi keluarga dengan mengikuti ajakan pengusaha Haji Slamat, menjadi sopir truk, pengangkut biji besi di Kota Kolaka-Sulawesi Tenggara, Bani ditelantarkan disana, ingin pulang tak punya ongkos, akhirnya terdampar di Kota Daeng Makassar.
Pak Bani dengan tas lusuh tiba di Pelabuhan Makassar dari Kota Kolaka, setelah menumpang truk barang dengan berpindah-pindah mobil, seraya menjalankan ibadah puasa Ramadan. Di Pelabuhan Pak Bani, ayah dari tiga orang anak ini.
Gagal naik Kapal Pelni tujuan Batu Licin karena tak memiliki tiket, hingga Polsek Pelabuhan Soekarno Hatta Makassar menerbitkan surat keterangan telantar. No. B/99/VIII/202/Sek Kawasan Soeta yang ditandatangani Aiptu Masjaya an. Kapolsek Soeta. Berbekal surat keterangan tersebut, Pak Bani mendatangi Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan di Jalan A.P.Pettarani No. 59 Makassar di terima Kabid Banjamsos.
Dari penuturan yang disampaikan kepada petugas Posko Pemulangan Orang Telantar mengatakan, Sesungguhnya hidupnya di Kintap tidak terlalu menderita, walaupun tak nyopir, masih bisa jadi buruh kelapa sawit, hanya karena diajak Pak Slamat.
Orang Jawa blasteran Madura, untuk membawa truk tronton milik Pak Slamat yang tengah dioperasikan mengangkut biji besi di Kota Kolaka, maka Pak Bani menyetujui mengikuti ajakan Slamat, apalagi isterinya juga orang asli Kintap dan rumahnya tidak jauh dari rumah isteri H.Slamat di Kintap.
Dengan demikian, harapan Bani tidak mungkin akan disia-siakan. Pak Bani menuruti saja kehendak H. Slamat, dalam benaknya sangat berbunga-bunga karena selain naik pesawat, Pak Bani tentu akan membawa mobil tronton dengan kesibukan, mengantar biji besi di kota Kolaka Provinsi Sulawesi Selatan, namun apa hendak dikata, ternyata fakta berkata lain. Pak Bani hanya terbang dari Banjarmasin ke Makassar.
Dari Makassar ke Kolaka menumpang mobil Avansa, tiba di Kolaka bukannya bawa mobil, tapi Pak Bani dihadapkan kenyataan kalau mobil yang mau dikemudikan itu dalam kondisi rusak, dua buah ban depan dan belakang dalam kondisi kempes, mesin juga tidak berfungsi baik, semangat untuk nyopir jadi menciut, karena tidak sesuai dengan apa yang dibayangkan sebelum meninggalkan kampung halamannya.
H. Slamat yang memiliki tiga buah tronton, dipersewakan kepada pihak lain, satu buah diantaranya yang akan dioperasikan Pak Bani. Setelah permasalahan disampaikan ke H. Slamat bahwa dia sebenarnya sopir bukan mekanik, sehingga untuk perbaikannya harus dibawa ke bengkel. Atas petunjuk H.Slamat maka Pak Bani membawanya ke bengkel. Begitu selesai dikerjakan yang menelan beaya Rp 5 juta rupiah.
Saat akan mau dioperasikan, pihak bengkel tidak memberikan karena jasanya belum dibayar, mau menghubungi H.Slamat, beliau sudah terbang ke Surabaya dan sulit dihubungi handphonenya, tinggallah Dg Bani seorang diri tanpa pekerjaan, tanpa sanak family dan lebih miris lagi tanpa beaya hidup yang diberikan H.Slamat. Karena tidak sesuai dengan janji yang diucapkan saat meninggalkan keluarganya di Kintap Kalimantan Selatan.
Akhirnya Pak Bani meninggalkan Kolaka dengan menumpang mobil truk ke Makassar, tujuannya kembali ke kampung halaman dengan tangan kosong. Di Makassar langkah Dg Bani tertahan karena tidak memiliki tiket Pelni, akhirnya Kepolisian Sektor Pelabuhan Soeta menerbitkan surat keterangan telantar.
Karena kapal yang akan menuju Balikpapan dan Batu Licin nanti ada pada tanggal 27 Agustus 2012 maka Pak Bani hanya menginap sementara di Posko Penampungan Orang Telantar di Dinas Sosial Provinsi Sulawesi Selatan Jalan A.P.Pettarani No. 59 Makassar.
Ditempat yang sama sudah di tampung pula, Saudara Mustamin 43 tahun suku Jawa tujuan Sumber Makmur Kecamatan Gene Timur Kabupaten Halmahera Selatan Provinsi Maluku Utara, demikian halnya dengan Yakobus.K (52 tahun) dan Nela Sibui (16 thn) tujuan Desa Kogo Obas Kabupaten Mapi Papua semuanya menanti kapal untuk kembali ke kampung halamannya melalui institusi sosial di Nusantara tercinta.