SYAKHRUDDIN.COM – Menjelang Ashar di hari Sabtu 28 Juli 2012 bertepatan dengan penanggalan 8 Ramadan 1433 H, Penulis mengunjungi Masjid Al-Abrar Gunung Sari Makassar. Begitu masuk masjid langsung berjabat tangan dengan Haji Daming Daeng Ngirate, beliau jamaah tetap masjid dan sudah tiga puluh tahun pensiun dari tugas kedinasan namun fisiknya masih tetap fit.
Usai menjalankan sholat sunat dua rakaat, berjabat tangan lagi dengan Haji Mado Daeng Sese salah seorang pensiunan Polri yang berpangkat Mayor, begitu memasuki waktu sholat berjamaah di sebelah kiri saya Bapak Haji Muhammad
Yusuf pensiunan dari Dinas Kehutanan, itulah sekilas gambaran kehidupan bagi para purnatugas diberbagai institusi pemerintah, mereka pada akhirnya menumpahkan seluruh sisa hidupnya sebagai destinasi terakhir di masjid dan sholat berjamaah.
Mereka adalah orang-orang bahagia setelah purna tugas, mereka menghabiskan masa tuanya dengan tekun menjalankan perintah agama secara kaffah, dari gambaran di atas maka dapatlah saya menarik tamsil dari fenomena ini, bahwa kalau ingin terus bahagia pasca aktif di pemerintahan maka labuhan terakhir adalah sholat berjamaah di masjid.
Jangan lagi memilih tempat karaoke atau tempat lainnya untuk mencari kebahagiaan, karena semua itu sifatnya semu, kembalilah keharibaan Allah dan Anda akan menemukan kebahagiaan yang hakiki. Subhanallah, sekembalinya saya dari masjid langsung ke depan komputer dan menulisnya dengan judul para “Jamaah Purnatugas”
Sementara sejumlah anak-anak kecil sibuk mengatur dan menata tempat parkir, sebagian lainnya sibuk menerima jasa atas parkir motor, mereka adalah generasi pelanjut yang akan mengukir sejarah peradaban manusia, dan ternyata benar adagium mengatakan, tidak ada yang abadi kecuali perubahan itu sendiri.
Masjid Al-Abrar di Jalan Sultan Alauddin Makassar yang kini terus berbenah dan di bangun dengan lantai dua, merupakan lintasan utama menuju Manuruki, di kawasan itu dahulu sering saya kunjungi dan hingga kini menjadi lokasi untuk kawasan kost dan rumah sewa untuk Mahasiswa dari luar kota.
Sengaja Mannuruki ini saya ulas sebagai salah satu lokasi yang memiliki sejarah panjang dalam perjalanan kehidupanku, walaupun saya sendiri bertempat tinggal di Jalan Andi Tonro I No. 6 Makassar.
Dari kenyataan yang saya saksikan ada juga yang pensiunan, namun bukan pencinta masjid, tata kehidupannya agak berbeda bila dibandingkan dengan mereka yang rajin ke masjid, ternyata masjid adalah tempat silaturahmi, sarana mendekatkan diri kehadirat Allah dan terminal terakhir sebelum menuju ke etafe berikutnya di alam kubur.
Menyadari akan kondisi yang akan datang, ada kegamangan dalam hati, beberapa bulan mendatang saya juga akan memasuki masa purna tugas dan semoga saya bisa menjadi pengikut mereka yang mencintai masjid, sebuah fenomena untuk pembelajaran dengan meninggalkan kemewahan duniawi.
Sebuah langkah yang membutuhkan kebesaran jiwa dan mengharap ridho-Nya, sungguh sebuah pertarungan yang membutuhkan kesiapan mental sebagai anak manusia, padahal Tuhan sudah mengingatkan dalam Al-Quranulkariem “Kuciptakan JIN dan MANUSIA untuk mengabdi kepada-Ku, semoga saja semua akan kita lalui dengan semangat tawaddu untuk berubah dan siap menjadi hamba yang muttaqin.
Ironisnya masih saja banyak hamba-hamba yang berseliweran di saat wakrtu sholat tiba, amat kontras dengan kondisi ketika menunaikan ibadah haji di tahun 1996, disana kita dapat menyaksikan betapa kehidupan dunia langsung ditinggalkan saat memasuki waktu sholat tiba.
Inilah sebuah fenomena kehidupan yang masih membutuhkan permahaman yang mendalam tentang keislaman secara kaffah, semoga saja dengan amaliyah Ramadan tahun ini menjadikan kita semua, menjadi hamba yang pandai mensyukuri nikmat Allah dan meraih predikat Laallakun Tattakun di akhir Ramadan 1433 H