SYAKHRUDDIN.COM – Badan Nasional Pencarian dan Pertolongan (Basarnas) menyatakan tidak ada sinyal emergency atau darurat dari ELT (Emergency Locator Transmitter) pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak yang hilang kontak dan jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta, pada Sabtu (9/1/21).
Lalu, apa sebetulnya ELT itu? Berikut fakta ELT atau sinyal darurat seperti yang ada di pesawat Sriwijaya Air SJ 182.
Dilansir di laman CNNIndonesia.com, ELT merupakan pemancar sinyal darurat yang berada di atas pesawat. Jika terjadi kecelakaan, perangkat ini dirancang untuk mengirimkan sinyal bahaya pada frekuensi 121,5 sampai 406 MHz.
ELT pertama kali dipasang di pesawat-pesawat sipil Amerika Serikat (AS) pada 1973.
Frekuensi yang dipilih untuk operasi ELT adalah 121,5 megahertz (MHz) untuk darurat penerbangan sipil, dan 243 MHz untuk penerbangan militer, yang masuk sebagai frekuensi UHF darurat penerbangan.
Salah satu perangkat penting pesawat ini diproduksi massal oleh FAA atau Federal Aviation Administration (FAA), seperti dikutip AOPA (Aircracft & Pilots Association). Seiring berjalannya waktu, ELT terus mengalami tingkat aktivasi sebesar 73 persen.
Lalu model terbaru ELT muncul bersamaan dengan frekuensi 406 MHz dan aktivasi ditingkatkan sekitar 81-83 persen.
ELT model 406 MHz ini dapat membantu personel pencarian dan penyelamatan suatu negara untuk menemukan sebuah kapal secara akurat.
Sistem pencarian korban di daerah terpencil berbasis satelit untuk wilayah AS, Kanada, dan Prancis dikenal dengan nama SARSAT atau Search and Rescue Satellite-Aided Tracking.
Sementara Uni Soviet kala itu mengembangkan COSPAS atau Sistem Angkasa untuk Pencarian Kapal yang Mengalami Keadaan Darurat. Kedua sistem itu kemudian digabung pada 1979.
Sistem SARSAT-COSPAS terdiri dari tiga elemen: elemen angkasa berupa satelit, elemen darat yang dinamai Local User Terminal (LUT) dan Mission Control Centre (MCC), dan elemen bergerak yang tidak lain adalah alat suar (beacon), yang dipasang pada pesawat.
Dalam uji coba, sistem ini bisa mengarahkan regu penyelamat hingga ke jarak 22,5 kilometer dari tempat kecelakaan.
Setelah dioperasikan tahun 1985, anggota SARSAT-COSPAS pun bertambah dari empat menjadi lebih dari 30, dan sistem mengoperasikan lebih dari 50 stasiun Bumi dan 20 MCC di seluruh dunia.
Dalam operasinya, sistem penentu lokasi darurat didukung dua rumpun satelit. Yang pertama adalah satelit-satelit Geosar (Geostationary SAR) dan yang kedua adalah satelit-satelit Leosar (Low-Earth Orbit Search-and-Rescue).
Komponen Leosar saat ini didukung oleh enam satelit meteorologi, yang mengorbit pada ketinggian 850 kilometer. Setiap satelit dilengkapi dengan instrumentasi SAR, dan mengorbit Bumi dari kutub ke kutub satu kali setiap 100 menit.
Setiap satelit melayang dengan kecepatan tujuh kilometer per detik, menyisir satu strip permukaan Bumi dengan lebar 4000 kilometer. Saat ini terdapat 6 (enam) satelit yang beroperasi, dinamai dengan penamaan S07, S08, S09, S10, S11, S12
Sistem Geosar didukung tiga satelit geostasioner (seperti halnya orbit Palapa, 35.000 kilometer), dua dari AS (GOES-Weast, GOES-East), 1 dari Eropa (MSG) dan satu dari India (INSAT-3D)
Dengan adanya dua sistem di atas, sistem buminya pun dibuat untuk mendukung operasi Leosar dan Geosar, seperti dikutip Flying Mag.
Dalam kaitan ini, operasi SARSAT-COSPAS terus dimutakhirkan. Misalnya saja dengan memensiunkan satelit yang melayani suar yang beroperasi pada jangkauan frekuensi 121,5 dan 243 MHz pada 1 Febuari 2009, dan mulai mendorong penggunaan suar berfrekuensi 406 MHz.
Pada kenyataannya, sistem SARSAT-COSPAS telah dimanfaatkan tidak saja untuk menetapkan lokasi jatuhnya pesawat di pegunungan, tetapi juga untuk memberikan pertolongan kepada kapal yang rusak di tengah laut, atau bahkan individu yang luka-luka tatkala mendaki gunung.
Adanya pertolongan cepat ini amat penting mengingat dalam kejadian darurat setiap menit demikian berharga. Namun, sementara kecepatan amat vital, sering kali lokasi yang harus dituju amat sulit
Pertanyaan kemudian, mengapa ELT pesawat Sriwijaya Air SJ 182 rute Jakarta-Pontianak yang hilang kontak dan jatuh di perairan Kepulauan Seribu tidak berfungsi ? (syakhruddin)